Salin Artikel

Di Balik Kemegahan Ibu Kota, Warga Hidup Tak Layak di Kolong Tol Cawang-Pluit

Kesulitan ekonomi membuat seratusan warga memilih tinggal di kolong Jalan Tol Cawang-Tomang-Pluit Kilometer 17, Jelambar Baru, Jakarta Barat.

Meski tak nyaman, mereka bertahan di bawah kehidupan jalanan.

Dengan mengendarai sepeda motor, Kompas.com mendatangi kawasan tersebut pada Senin (19/6/2023) sore.

Permukiman warga itu dapat dilihat saat melintasi pinggiran Kali Ciliwung di Jalan Kepanduan 1, Jelambar Baru, Jakarta Barat.

Di sisi kanan jalan, terdapat beberapa pedagang kaki lima. Mereka baru mau membuka lapak dagangannya di sore hari.

Suara air yang mengalir dari sungai dan ramainya kendaraan melintas di persimpangan menemani perjalanan menuju rumah warga di kolong tol.

Sekitar 200 meter dari jalan utama, terlihat gubuk yang dijadikan warga untuk duduk bersantai. Di balik gubuk, terdapat tembok beton berkelir oranye dengan sedikit celah.

Untuk masuk ke dalam permukiman, tubuh pun harus membungkuk karena tembok beton hanya setinggi sekitar 150 sentimeter.

Dari luar, sudah terlihat lampu yang menyala karena suasana di kolong tol gelap gulita.

Cukup sulit menghirup oksigen ketika berada tepat di bawah jalan tol. Seperti kehabisan napas, hawa yang pengap menjadi teman perjalanan Kompas.com menyusuri permukiman tersebut.

Tak jauh dari sana, terlihat beberapa rumah warga berada di luar lorong yang pengap itu.

Sejumlah warga langsung menatap tajam ke arah Kompas.com dan terdengar berbisik-bisik. Entah apa yang mereka bicarakan.

Kompas.com kembali berjalan dan melihat sejumlah warung yang menyajikan jajanan hingga gorengan.

Sama dengan permukiman pada umumnya, di sana warga beraktivitas seperti biasa, ibu menggendong bayinya dan anak-anak bermain sambil tertawa.

Kebanyakan warga pendatang

Warga yang tinggal di kolong tol kebanyakan merupakan pendatang dari berbagai wilayah. Mereka makan, tidur, dan beraktivitas di permukiman yang biasa disebut "kolong".

Salah satunya ialah Budi (bukan nama sebenarnya), yang memilih hidup di kolong jalan tol karena tak perlu membayar uang sewa.

"Enggak ada uang sewa, sekadarnya aja yang penting ada uang kebersihan, tentram lah," ujar Budi saat ditemui Kompas.com, Senin.

Sehari-hari, dia mengais rezeki dengan berjualan kopi di pinggir jalan. Lantaran penghasilannya tak menentu, pria 28 tahun itu bertahan tinggal di sana sejak empat tahun lalu.

"Saya di situ udah ada empat tahun. Iya, karena saya udah enggak kuat biaya, kan mengontrak mahal," kata dia.

Tak banyak yang diceritakan Budi soal permukiman di kawasan tersebut. Sepengetahuannya, kebanyakan warga adalah pendatang dari beberapa daerah.

"Walaupun ada pendatang orang di situ memang baik, kan enggak jadi masalah," imbuh Budi.

Ia menyebutkan, semenjak kolong terekspos, warga kini bungkam. Pasalnya, tanah yang mereka tempati merupakan lahan milik PT Jasa Marga. Mereka khawatir akan tergusur dari tempat tinggalnya saat ini.

"Sekarang orang lain aja enggak bisa masuk. Jadi sebagian orang ini enggak ngebolehin," jelas Budi.

Usai menerima tawaran, sejumlah warga lantas pindah ke rusunawa tersebut.

Namun, setelah tiga bulan dibebani biaya sewa untuk menempati rusunawa, mereka memilih angkat kaki dari sana.

"Ada dulu pernah ditawari tinggal di rumah susun di Kapuk sama di Marunda. Sekarang, aktivitasnya apa?" ucap Budi.

"Udah gitu berjalan awal doang, sebulan-tiga bulan bayar listrik. Sekarang tinggal di situ akhirnya mereka ini pada pulang, enggak kuat (membayar)," lanjut dia.

Pendataan warga di kolong tol

Adapun Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Barat telah mendata warga yang menghuni kolong Jalan Tol Cawang-Tomang-Pluit.

Kepala Satpol PP Jakarta Barat Agus Irwanto menyampaikan, pendataan dilakukan sejak Senin hingga Selasa (20/6/2023).

Petugas bersama pihak Kelurahan Jelambar Baru mendatangi permukiman untuk mencatat identitas warga DKI Jakarta maupun luar wilayah.

"Kami bersama-sama Pak Lurah dan teman-teman tadi di sini untuk melakukan pendataan ulang terkait dengan kondisi yang ada di sini, di area Jasa Marga terhadap adanya masyakarat atau warga yang bermukim atau tinggal di bawah kolong tol," ungkap Agus saat ditemui di lokasi, Selasa.

Sementara itu, Lurah Jelambar Baru Danur Sasono menjelaskan, sebagian warga yang tinggal di bawah kolong tol merupakan korban penggusuran Kalijodo.

"Kalau ada laporan, mereka eks (penghuni) Kalijodo. Cuma itu kan sudah lama ya, kayaknya sih keluar-masuk situ, tapi mungkin memang ada yang eks Kalijodo, penertiban waktu itu," tutur Danur.

Berdasarkan data sementara, petugas mencatat ada 71 kepala keluarga dengan sekitar lebih dari 100 orang yang tinggal di sana.

Danur menyebutkan, rata-rata warga yang menempati hunian di kolong tol memiliki KTP DKI Jakarta.

"Kalau di situ (kolong tol) kebanyakan (warga) DKI-nya sih ya, non-DKI saya sampaikan yang masih KTP lama, karena mereka enggak update mungkin ya. Karena pekerja informal," kata Danur.

Danur menyatakan, lahan yang ditempati itu merupakan milik PT Jasa Marga. Saat ditanya soal penggunaan lahan, dia menyebut hal itu akan dibahas oleh Pemerintah Kota Jakarta Barat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan PT Jasa Marga.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/21/09414901/di-balik-kemegahan-ibu-kota-warga-hidup-tak-layak-di-kolong-tol-cawang

Terkini Lainnya

Polisi: Anggota Ormas yang Dianiaya di Jaksel Derita Tujuh Luka Tusukan

Polisi: Anggota Ormas yang Dianiaya di Jaksel Derita Tujuh Luka Tusukan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pelaku Penusukan yang Picu Bentrokan Dua Ormas di Pasar Minggu

Polisi Tangkap Pelaku Penusukan yang Picu Bentrokan Dua Ormas di Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Masih Amankan Truk yang Ditabrak Porsche Cayman di Tol Dalam Kota

Polisi Masih Amankan Truk yang Ditabrak Porsche Cayman di Tol Dalam Kota

Megapolitan
Ikut Mengeroyok, Kakak Pelaku yang Tusuk Tetangga di Depok Juga Jadi Tersangka

Ikut Mengeroyok, Kakak Pelaku yang Tusuk Tetangga di Depok Juga Jadi Tersangka

Megapolitan
Harga Tiket Masuk Wuffy Space Raya Bintaro dan Fasilitasnya

Harga Tiket Masuk Wuffy Space Raya Bintaro dan Fasilitasnya

Megapolitan
Insiden Penganiayaan Jadi Penyebab Bentrokan Dua Ormas di Pasar Minggu, Kubu Korban Ingin Balas Dendam

Insiden Penganiayaan Jadi Penyebab Bentrokan Dua Ormas di Pasar Minggu, Kubu Korban Ingin Balas Dendam

Megapolitan
Begini Kondisi Mobil Porsche Cayman yang Tabrak Truk di Tol Dalam Kota, Atap dan Bagian Depan Ringsek

Begini Kondisi Mobil Porsche Cayman yang Tabrak Truk di Tol Dalam Kota, Atap dan Bagian Depan Ringsek

Megapolitan
Curhat Penggiat Teater soal Kurangnya Dukungan Pemerintah pada Seni Pertunjukan, Bandingkan dengan Singapura

Curhat Penggiat Teater soal Kurangnya Dukungan Pemerintah pada Seni Pertunjukan, Bandingkan dengan Singapura

Megapolitan
PKS Nilai Wajar Minta Posisi Cawagub jika Usung Anies pada Pilkada Jakarta 2024

PKS Nilai Wajar Minta Posisi Cawagub jika Usung Anies pada Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
PKB Minta Supian Suri Bangun Stadion jika Terpilih Jadi Wali Kota Depok

PKB Minta Supian Suri Bangun Stadion jika Terpilih Jadi Wali Kota Depok

Megapolitan
Lika-liku Suwito, Puluhan Tahun Berjuang di Jakarta buat Jadi Seniman Lukis

Lika-liku Suwito, Puluhan Tahun Berjuang di Jakarta buat Jadi Seniman Lukis

Megapolitan
Kembali Diperiksa, Korban Pelecehan Rektor Universitas Pancasila Ditanya Lagi soal Kronologi Kejadian

Kembali Diperiksa, Korban Pelecehan Rektor Universitas Pancasila Ditanya Lagi soal Kronologi Kejadian

Megapolitan
Polisi Tetapkan 12 Pelajar sebagai Tersangka Kasus Tawuran Maut di Bogor

Polisi Tetapkan 12 Pelajar sebagai Tersangka Kasus Tawuran Maut di Bogor

Megapolitan
Heru Budi Kerahkan Anak Buah Buat Koordinasi dengan Fotografer Soal Penjambret di CFD

Heru Budi Kerahkan Anak Buah Buat Koordinasi dengan Fotografer Soal Penjambret di CFD

Megapolitan
Amarah Warga di Depok, Tusuk Tetangga Sendiri gara-gara Anjingnya Dilempari Batu

Amarah Warga di Depok, Tusuk Tetangga Sendiri gara-gara Anjingnya Dilempari Batu

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke