Salah satu yang belakangan disorot ialah permukiman di kolong Jalan Tol Cawang-Tomang-Pluit Kilometer 17, Jelambar Baru, Jakarta Barat.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga menjelaskan, permukiman warga di kolong Tol Cawang-Tomang-Pluit merupakan hal lumrah.
Beberapa warga, menurut dia, kerap menghuni kolong flyover atau jalan layang di Ibu Kota.
"Ini bukan hal baru, bisa ditelusuri, sebagian besar kolong jalan layang di bagian utara Jakarta banyak bermunculan hunian liar yang dibiarkan oleh Pemerintah Kota atau Pemerintah Daerah DKI Jakarta," jelas Nirwono saat dikonfirmasi, Rabu (21/6/2023).
Ia menyebutkan, instansi terkait, yakni kelurahan setempat, sesungguhnya mengetahui adanya permukiman liar.
"Pihak kelurahan, mereka sudah tahu lama (soal hunian liar)," imbuh dia.
Namun, karena dibiarkan, hunian-hunian tak layak itu makin masif berdiri, terutama di lahan milik pemerintah.
Perlu ketegasan pemerintah tertibkan hunian liar
Nirwono berpandangan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus bertindak tegas menertibkan permukiman liar di Ibu Kota.
"Perlu ketegasan dari atas, mulai Pj Gubernur DKI Jakarta, wali kota, kecamatan, hingga kelurahan untuk berani menertibkan permukiman liar tersebut secara bertahap, bijak, dan manusiawi," papar dia.
Setelah penertiban, kawasan itu perlu dikosongkan dan dijadikan ruang terbuka hijau (RTH).
Pengawasan ketat oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) diperlukan untuk mencegah warga kembali lagi bermukim di kolong jalan tol.
"Dan dijaga ketat Satpol PP atau kelurahan setempat agar mereka tidak kembali ke sini atau ada warga lain yang mencoba bermukim di sini," ucap Nirwono.
Pemindahan warga dari kolong tol
Selain itu, Pemprov DKI dinilai perlu memberikan pilihan agar warga yang memiliki KTP DKI dipindahkan ke rumah susun (rusun) terdekat.
Sementara itu, warga yang tidak ber-KTP DKI diberi uang kerahiman agar bisa kembali ke kampung halamannya masing-masing.
Dihubungi secara terpisah, Lurah Jelambar Baru Danur Sasono menjelaskan, mayoritas warga yang menghuni permukiman di kolong Tol Cawang-Tomang-Pluit merupakan warga Ibu Kota.
Hal ini diketahui berdasarkan pendataan yang telah dilakukan sejak Senin (19/6/2023) hingga Selasa (20/6/2023).
"Rekap KK terdata total 83, (warga) DKI sebanyak 52 KK, non-DKI 31 KK," ujar Danur melalui pesan singkat, Rabu.
Kata Danur, beberapa dari mereka terdaftar sebagai warga Jelambar Baru, Angke, Jembatan Besi, Kalideres, dan Tambora. Sementara itu, sebagian warga lain yang menghuni kawasan tersebut datang dari luar wilayah DKI.
"Ada (warga dari) Ciamis, Tegal, Tangerang, Banten, dan Sukabumi," terang dia.
Saat ditanya berkait relokasi warga, Danur mengaku belum dapat memerinci soal hal tersebut. Pihaknya kini baru mendata warga yang tinggal di kolong tol.
Di satu sisi, Danur tak menampik bahwa tanah yang ditempati oleh warga milik PT Jasa Marga. Ia menyebutkan, penggunaan lahan akan dibahas oleh Pemerintah Kota Jakarta Barat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan PT Jasa Marga.
"Kami menunggu Jasa Marga, hasil rapat internalnya apa saja," terang Danur.
Warga pilih terimpit jalan karena tak mampu bayar kontrakan
Salah satu warga bernama Budi (bukan nama sebenarnya) mengaku memilih hidup di kolong jalan tol karena tak perlu membayar uang sewa.
"Enggak ada uang sewa, sekadarnya aja yang penting ada uang kebersihan, tentram lah," ucap Budi saat ditemui Kompas.com, Senin.
Sehari-hari, Budi mengais rezeki dengan berjualan kopi di pinggir jalan. Lantaran penghasilannya tak menentu, pria 28 tahun itu bertahan tinggal di sana sejak empat tahun lalu.
"Saya di situ udah ada empat tahun. Iya, karena saya udah enggak kuat biaya, kan mengontrak mahal," kata dia.
Budi berujar, sesungguhnya mereka telah ditawari untuk menempati rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Marunda, Jakarta Utara dan kawasan Kapuk, Jakarta Barat.
Setelah menerima tawaran, sejumlah warga lantas pindah ke rusunawa tersebut.
Namun, setelah tiga bulan dibebani biaya untuk menempati rusunawa, mereka memilih angkat kaki dari sana.
"Ada dulu pernah ditawari tinggal di rumah susun di Kapuk sama di Marunda. Sekarang, aktivitasnya apa?" papar Budi.
"Udah gitu berjalan awal doang, sebulan-tiga bulan bayar listrik. Sekarang tinggal di situ akhirnya mereka ini pada pulang enggak kuat (membayar)," sambung dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/22/06544161/menjamurnya-hunian-liar-di-kolong-jalanan-jakarta-pemprov-dki-tutup-mata