JAKARTA, KOMPAS.com - Ayah Mario Dandy Satriyo (20), Rafael Alun Trisambodo, secara tertulis telah menyatakan penolakan untuk membayar ganti rugi (restitusi) atas kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya.
Mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tersebut saat ini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ia semula hendak dihadirkan secara virtual dalam sidang kasus penganiayaan D (17), Selasa (27/5/2023). Rencananya ia dihadirkan guna menjadi saksi meringankan bagi anaknya yang duduk di kursi terdakwa.
Namun, Rafael tidak hadir dan hanya mengirimkan sepucuk surat melalui pengacara Mario Dandy.
Tolak tanggung restitusi
Lewat sepucuk surat yang ia tulis dari balik jeruji besi, Rafael buka suara soal restitusi dan peluangnya menjadi saksi sang anak dalam persidangan.
Surat dari Rafael itu dibacakan oleh penasihat hukum Mario, Andreas Nahot Silitonga, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (27/5/2023).
"Yang terbaru kami mendapat surat dari rutan KPK, dari ayah Mario Dandy. Kalau boleh, kami meminta izin untuk membacakan suratnya," ujar Andreas.
Dalam suratnya, Rafael menyampaikan bahwa dirinya maupun keluarga besarnya enggan menanggung restitusi yang diminta pihak D.
Ia meminta agar pembayaran restitusi dilakukan sesuai hukum yang berlaku. Dimana ketika seseorang sudah dewasa, orang itu wajib menanggungnya sendiri, termasuk Mario.
Oleh karena itu, ia merasa tak memiliki kewajiban untuk membantu sang anak dalam membayar restitusi senilai Rp 120 miliar.
"Kami menyampaikan bahwa dengan berat hati kami tidak bersedia untuk menanggung restitusi tersebut, dengan pemahaman bahwa bagi orang yang telah dewasa maka kewajiban membayar restitusi ada pada pelaku tindak pidana," kata Rafael.
Dianggap lebih cinta hartanya
Jonathan Latumahina, ayah dari D (17), korban penganiayaan Mario Dandy Satriyo (20), memberikan respons menohok atas surat yang ditulis Rafael Alun Trisambodo.
Ayah Mario Dandy yang enggan menanggung biaya restitusi kasus penganiayaan D Rp 120 miliar itu dicap Jonathan sebagai pria yang gila harta.
Sebab, eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan itu tak memiliki keinginan sama sekali untuk mengulurkan tangan kepada sang anak yang sedang terbelit kasus hukum.
"Yang pasti, si Rafael ini lebih cinta harta dibanding anaknya yang butuh pembelaan dari dia," ujar Jonathan saat dikonfirmasi, Rabu (26/7/2023).
Walau demikian, Jo, sapaan akrab Jonathan, tak mau ambil pusing. Ia tak mempermasalahkan apabila akhirnya Mario yang harus menanggung restitusinya secara mandiri.
Hanya saja, kalau terdakwa tidak bisa membayar, majelis hakim harus memberinya hukuman tambahan yang setara.
"(Kalau enggak bisa bayar) ya ganti hukuman kurungan. Sesuai aturan hukum saja," tegas dia.
Bisa perberat hukuman
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menilai, terdapat potensi hukuman yang diterima Mario Dandy akan diperberat bila sang ayah menolak untuk membayar restitusi.
"Ya mestinya (memperberat). Karena sebenarnya seseorang yang menyatakan tidak mampu untuk membayar resistusi, itu bisa dikenai oleh hakim hukuman yang disebut hukuman subsider, dalam arti pemberatan dalam bentuk pidana penjara," ujar Hasto saat ditemui di Kementerian Agama (Kemenag), Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Meski begitu, Hasto menekankan keputusan Rafael untuk tidak menanggung restitusi Mario Dandy merupakan hak Rafael.
Dia menyebut segala keputusan tetap ada di tangan hakim terkait restitusi yang harus dibayarkan ini.
"Ya itu hak dia. Tetapi putusan tetap ada di tangan hakim," ucapnya.
(Penulis: Dzaky Nurcahyo, Joy Andre | Editor: Ihsanuddin, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/26/19311351/imbas-rafael-alun-ogah-bayar-restitusi-dianggap-lebih-cinta-harta-hingga