Salin Artikel

Menyingkap Praktik Jual Beli Video Gay Anak dan Janji Polisi untuk Mengusut Tuntas

Praktik ini diketahui setelah Kompas.com melakukan penelusuran terhadap beberapa akun media sosial yang memperjualbelikan video gay anak.

Secara spesifik, video yang diperjualbelikan itu menampilkan aktivitas menyimpang antara anak laki-laki dengan pria dewasa.

Penelusuran Kompas.com, Jumat (28/7/2023), konten video gay anak diistilahkan sebagai "VGK", singkatan dari video gay kid.

Promosinya dilakukan di sejumlah media sosial, misalnya Instagram dan Twitter.

Akun yang memperjualbelikan video gay anak mengunggah foto anak dan mendeskripsikan sosok maupun aktivitasnya.

Unggahan itu mayoritas mendapatkan komentar dari pengikut akun yang tertarik dengan video sang anak. Mereka meminta pemilik akun mengirimkannya secara privat.

Dari beberapa akun yang mempromosikan VGK, Kompas.com mendapat dua nomor WhatsApp Business dan Telegram yang khusus dipakai untuk transaksi video gay anak.

Nomor pertama memakai nama samaran "James Hopkinst", sedangkan nomor kedua menggunakan nama "MoreKidd".

Menyamar sebagai pembeli, Kompas.com menghubungi dua nomor tersebut.

Saat dihubungi, admin dari kedua nomor telepon itu langsung menjelaskan daftar harga dan mengirimkan beberapa contoh video gay anak.

Admin James Hopkinst menawarkan paket video gay anak seharga Rp 20.000. Pembayaran dilakukan dengan mentransfer uang ke akun dompet digital DANA milik admin.

Sementara itu, admin Morekidd menawarkan tiga paket video dengan harga Rp 20.000 sampai Rp 40.000. Pembayaran yang disediakan MoreKidd melalui ShopeePay, Gopay, dan Paypal.

Nantinya, pembeli akan dimasukkan ke dalam kanal Telegram khusus untuk streaming video gay anak.

Setelah Kompas.com membayar, admin James Hopkinst langsung mengirimkan kurang lebih 900 video gay anak melalui ruang percakapan.

Sementara itu, Morekidd langsung memasukkan Kompas.com ke kanal Telegram khusus untuk menonton atau mengunduh 1.118 video yang disediakan.

Kepada Kompas.com, admin mengungkapkan bahwa anak yang videonya diperjualbelikan berusia di bawah 5 tahun sampai 12 tahun.

Video itu berasal dari beberapa negara, mulai dari Indonesia, Jepang, hingga negara-negara di Benua Eropa dan Amerika.

"Tapi usia rata-rata 7 sampai 12 tahun. Ada banyak video Indonesia, Jepang, dan bule (Amerika dan Eropa)," kata admin.

Para pembeli diduga kuat merupakan laki-laki dengan penyimpangan seksual, yakni penyuka sesama laki-laki, khususnya anak-anak di bawah umur.

Video gay anak itu pun diduga telah dibeli oleh banyak orang. Sebab, admin menunjukkan testimoni beserta bukti pembayaran yang dikumpulkan dari para pembeli.

Pernah diungkap

Praktik jual beli video gay anak secara daring bukan kali pertama mencuat di Indonesia. Kepolisian di DKI Jakarta pernah mengungkap kasus yang sama pada 2017.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan, kasus ini terungkap berdasarkan laporan-laporan dari masyarakat.

"Iya, sebetulnya dulu kita kan ada kasus ini, kemudian polisi juga menangani kasus-kasus seperti ini, rumusnya sama yang melibatkan anak, terkait dengan pornografi," ujar Nahar kepada Kompas.com.

Setelah itu, muncul kasus pornografi anak melalui grup media sosial "Loly Candy" pada 2018.

Menurut Nahar, kasus video gay kid dan Loly Candy memiliki kesamaan, yaitu menjadikan anak sebagai korban dalam praktik tindak pidana pornografi.

"Soal candy Loly itu yang banyak beredar. Rumusnya sama. Jadi sepanjang apakah perbuatan ini mengakibatkan anak jadi korban, bisa dikaitkan dengan persoalan tindak pidana perlindungan anak dan tindak pidana kekerasan seksual," kata Nahar.

Berdasarkan catatan Kompas.com, 17 September 2017, Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran video gay anak. Sebanyak tiga pelaku berinisial Y (19), H (30), dan I (30) ditangkap.

Pelaku yang ditangkap di Purworejo, Garut, dan Bogor itu beraksi melalui media sosial Twitter dan aplikasi pesan singkat Telegram.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, para pelaku berafiliasi dengan jaringan internasional. Anggota di dalam jaringan itu berasal dari 49 negara.

Dalam kasus ini, para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Pornografi, serta UU Perlindungan Anak.

Nahar mengakatan, praktik jual beli video gay anak atau VGK di media sosial perlu menjadi perhatian khusus dan ditindak tegas aparat penegak hukum.

Pasalnya, perbuatan ini mengarah pada tindak pidana pornografi dan perdagangan anak.

"Sepanjang perbuatan ini mengakibatkan anak jadi korban, maka harus jadi perhatian khusus," ujar Nahar.

Menurut Nahar, peredaran video gay anak masuk kategori tindak pidana pornografi. Dalam hal ini, anak-anak menjadi korban atau dieksploitasi.

"Ketika anak menjadi korban pornografi, ini kan masuk kategori pornografi, maka dia masuk kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus," kata Nahar.

"Oleh karena itu, harus ada upaya-upaya. Dari sisi tindak pidana pornografinya harus ditangani melalui penegakan hukum," sambung dia.

Secara terpisah, Child Protection Advisor Lembaga Save the Children Indonesia Yanti Kusumawardhani menegaskan, praktik jual beli VGK merupakan bentuk perdagangan anak.

"Konten VGK merupakan bentuk perdagangan anak atau child trafficking dan ini adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia," kata Yanti.

Menurut Yanti, peredaran VGK secara jelas menempatkan anak dalam posisi yang berisiko terhadap kekerasan anak di ranah daring atau child abuse in online.

Polisi bakal usut tuntas dan tindak tegas

Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan, dirinya telah memerintahkan jajarannya untuk mengusut praktik jual beli video gay anak di media sosial.

"Untuk tim Cyber Troops Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sudah saya perintahkan untuk melakukan pantauan dan lidik di ruang udara (media sosial)," ucap Ade Safri saat dikonfirmasi, Jumat.

Sampai Jumat (28/7/2023), polisi masih belum menerima laporan terkait praktik jual beli video gay anak di media sosial.

Namun, apabila menemukan unsur pidana, Ade Safri dan jajarannya akan menindak tegas pelaku sesuai penegakan hukum.

"Dan saya pastikan penegakan hukum akan dilaksanakan dan ditegakkan apabila ditemukan peristiwa pidananya," tegas Ade Safri.

Polisi diminta jemput bola selidiki kasus

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan, kasus perdagangan pornografi bukan termasuk delik aduan.

Dengan begitu, kepolisian seharusnya dapat langsung menindaklanjuti temuan yang didapatkan sendiri oleh kepolisian atau aduan dari masyarakat.

"Kasus komersialisasi pornografi tentunya adalah delik biasa, bukan delik aduan. Harusnya bisa langsung ditindaklanjuti," ujar Bambang saat dikonfirmasi, Jumat.

Di samping itu, kasus jual beli video gay kid atau VGK yang terjadi saat ini secara jelas memposisikan anak-anak sebagai korban.

Dengan begitu, kepolisian seharusnya bisa langsung bergerak cepat. Sebab, temuan ini bisa saja berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Ini menyangkut anak-anak sebagai objeknya. Kepolisian harusnya lebih sensitif melihat kasus ini," kata Bambang.

(Penulis: Tria Sutrisna, Rizky Syahrial | Editor: Ihsanuddin, Nursita Sari, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Jessi Carina).

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/31/09410841/menyingkap-praktik-jual-beli-video-gay-anak-dan-janji-polisi-untuk

Terkini Lainnya

Polisi Gelar Audiensi Terkait Penjarahan Rusunawa Marunda, Libatkan Pengelola Lama dan Baru

Polisi Gelar Audiensi Terkait Penjarahan Rusunawa Marunda, Libatkan Pengelola Lama dan Baru

Megapolitan
Keroyok Pemuda di Tangsel Akibat Buang Air Kecil Sembarangan, Dua Pelaku Ditangkap Polisi

Keroyok Pemuda di Tangsel Akibat Buang Air Kecil Sembarangan, Dua Pelaku Ditangkap Polisi

Megapolitan
Polisi Buru Pemasok Sabu untuk Virgoun

Polisi Buru Pemasok Sabu untuk Virgoun

Megapolitan
Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Megapolitan
Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Megapolitan
Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Megapolitan
Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Megapolitan
Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Megapolitan
Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Megapolitan
Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Megapolitan
Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Megapolitan
Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Megapolitan
Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Megapolitan
Sudah Bayar Rp 250.000 Per Bulan, Air Warga Perumahan Subsidi Jokowi di Cikarang Sering Kotor dan Berbau

Sudah Bayar Rp 250.000 Per Bulan, Air Warga Perumahan Subsidi Jokowi di Cikarang Sering Kotor dan Berbau

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke