Salin Artikel

Kisah Pedagang di Gunung Sampah Bantargebang Mengais Rezeki Ditemani Ribuan Lalat

BEKASI, KOMPAS.com - Mila Mutiara (23) terlihat gesit saat membuka satu per satu kemasan minuman untuk menyeduhnya ke gelas plastik.

Tangannya cekatan melayani tujuh pemulung yang sedang duduk menikmati makanan dan minuman di tenda berukuran 3x4 meter beratapkan terpal.

Mila adalah satu dari puluhan orang yang mencari rezeki dengan membuka warung makanan ringan di atas gunungan sampah Bantargebang, Kota Bekasi.

Makanan yang dijualnya tak jauh berbeda dengan apa yang sering dijumpai, yakni tempe goreng, bakwan, hingga pisang cokelat (piscok).

Selain itu, minuman dalam kemasan juga tersedia di warung Mila.

Ribuan lalat beterbangan turut meramaikan warung ini. Namun, hal itu tak membuat para pemulung yang duduk di atas sampah kehilangan selera makan.

"Ya, sudah biasa (dagang dan melihat gunung sampah). Karena memang dari kecil kan tinggal di sini," kata Mila di warung tendanya, Selasa (1/8/2023).

Sudah dua tahun Mila menjadi pelayan di warung tenda milik bosnya. Perempuan yang lahir di Jawa Timur itu mengatakan, warung yang ia jaga buka 24 jam.

Mila akan bergantian jaga dengan rekannya ketika petang tiba.

"Ada dua orang, warung ini 24 jam, karena aktivitas angkut sampah enggak berhenti," ucap dia.

Untung jutaan rupiah

Meski berjualan di tengah kondisi yang jauh dari kata higienis, penghasilan yang Mila dapat tidak main-main.

Mila mengaku bisa mendapat uang hingga Rp 1 juta setiap hari. Uang sebesar itu bisa didapatkan jika kondisi pemulung dan pekerja sedang ramai.

"Kalau lagi ramai, bisa sampai Rp 1 juta. Kalau sepi, paling Rp 300-500 ribu," ungkap Mila.

Pundi-pundi rupiah itu didapatkan Mila hanya dari berdagang kopi, minuman dingin, rokok dan makanan ringan.

"Itu pembelinya memang pemulung, kadang operator alat berat, pengawas, dan sopir-sopir truk. Belinya kebanyakan kopi, memang di situ (pembelian kopi) untungnya," ujar dia lagi.

Mila sendiri tak lagi risih dengan ribuan lalat yang beterbangan. Sebab, dia sendiri sudah terbiasa dengan kondisi tersebut.

"Ya, sudah biasa (dagang dan melihat gunung sampah). Karena memang dari kecil kan tinggal di sini (wilayah Bantargebang)," jelas dia.

Tidak bisa makan dua hari

Lain Mila, lain pula Rianti (33). Seorang pedagang yang juga mengais rezeki di gunung sampah itu memiliki pengalaman yang jauh berbeda dengan apa yang dirasakan Mila.

Ibu dua anak itu justru mengaku tidak bisa makan selama dua hari, karena kondisi gunung sampah dan lalat yang beterbangan.

"Kaget banget, enggak bisa makan. Banyak lalatnya. Kaget banget, bau. Dua hari enggak makan (di warung)," kata Rianti sambil tertawa.

Sebelum menjadi penjaga warung di gunung sampah tersebut, wanita asal Bogor itu memang mengaku sudah mengetahui bagaimana kondisi di Bantargebang.

Namun, dirinya tidak menyangka kondisi saat ini berbeda jauh dengan apa yang ia pikirkan sebelumnya.

"Ditawari jaga warung, pas kagetnya, kok ternyata di sini (gunung sampah), kirain agak di bawah. Tempatnya juga kan bau ya," ucap Rianti.

Langsung mandi

Rianti pun langsung mandi tiap kali ia pulang dari berdagang. Sebab, bau sampah selalu menempel pada baju yang ia kenakan.

"Langsung mandi sampai di rumah. Enggak bawa baju ganti. Sampai sekarang juga begitu, soalnya memang kan bau banget," imbuh dia.

Meski begitu, dirinya kini telah berdamai dengan kondisi yang ada. Terlebih, uang yang dihasilkan dari berdagang di gunung sampah itu tidak main-main.

Pendapatan jutaan rupiah bisa dihasilkan meski setiap hari ia terpaksa berteman dengan ribuan lalat.

"Pas pertama memang enggak bisa makan di warung, cuma minum aja, minum air putih, karena kan memang bau, enggak kuat. Tapi sekarang sih, sudah biasa," ucap Rianti.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/02/08500091/kisah-pedagang-di-gunung-sampah-bantargebang-mengais-rezeki-ditemani

Terkini Lainnya

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke