JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib Altafasalya Ardnika Basya (23), tersangka pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Muhammad Naufal Zidan (19), berada di ujung tanduk.
Menurut penjaga kontrakan, Sunarsih (46), Altaf ditangkap polisi di depan kekasihnya sendiri pada Jumat (4/8/2023) siang di Kukusan, Depok, Jawa Barat.
Altaf tersangka sempat kembali ke kontrakan usai dibawa polisi. Ia kembali ke kontrakan untuk menunjukkan barang bukti pembunuhan yang dilakukan kepada Naufal.
Kini nasib Altaf di ujung tanduk. Perjuangannya belajar di kampus selama bertahun-tahun terancam sia-sia usai membunuh Naufal pada Rabu (2/8/2023).
Namun, jenazah korban baru ditemukan pada Jumat (4/8/2023) atau dua hari setelah pembunuhan. Kini, tersangka dijerat dengan pasal berlapis dan terancam hukuman mati.
Menanti keputusan rektorat
Rektorat Universitas Indonesia (UI) hingga kini belum memutuskan status mahasiswa Altaf. Adapun Altaf adalah mahasiswa semester enam jurusan Sastra Rusia UI.
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI Amelita Lusiana berujar, rektorat akan menentukan status mahasiswanya usai pelaku pembunuhan itu menjalani proses hukum.
Amelita menyebutkan, pembunuhan yang dilakukan Altaf terjadi di luar kampus UI dan di luar bidang akademik.
Dengan demikian, Amelita menegaskan, Altaf bakal menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
"Pemrosesan dan pengenaan sanksi atas perbuatan tersebut didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah RI, yaitu KUHP," ucap Amelita.
Dosen siap bantu polisi
Sejumlah dosen dari UI menawarkan bantuan jasa kepada Polres Metro Depok yang menangani kasus pembunuhan oleh Altafasalya Ardnika Basya (23).
Dosen krimonologi UI Adrianus Meliala berujar, para dosen siap membantu kepolisian dalam proses penanganan kasus Altaf.
"Jika ada hal-hal yang diperlukan, di mana kami sebagai ahli bisa membantu, maka kami bisa membantu," ujar Adrianus, Senin (7/8/2023).
Ia menuturkan, UI memiliki sekitar 3.000 dosen, di antaranya ada dosen yang ahli psikologi hingga ahli bidang kedokteran yang bisa membantu penyelidikan kasus.
"Paling tidak, kami-kami dari dosen, tentu ingin juga agar kebenaran yang terungkap dan dukungan bagi Polres Depok dalam rangka menjalankan tugas secara baik-baiknya," ucap Adrianus.
Mahasiswa yang tergolong pintar
Adha Amin Akbar (22), teman satu kontrakan Altaf, mengungkapkan, tersangka tergolong mahasiswa pintar. Menurut dia, sejumlah dosen mengakui kemampuan tersangka.
"Kalau berdasarkan informasi dari dosen, dia (tersangka) sebenarnya anak yang pintar," ucap Akbar.
Namun, nilai akademik Altaf kian menurun ketika tersangka bermasalah saat berinvestasi di instrumen kripto. Kerugian yang kian menggunung disinyalir membuatnya tidak fokus.
Altaf diduga menderita kerugian mencapai Rp 80 juta. Akbar mengatakan, tersangka merugi karena salah perhitungan saat bermain kripto.
"Dia sempat mention soal itu (penyebab kerugian kripto). Dia mengaku hal itu disebabkan karena tebak-tebakan lah kasarnya. Yang saya tahu, penyebab kehilangan uangnya, ya, itu (salah tebak)," ungkap dia.
Akibat kerugian itu, Altaf kesulitan membayar biaya kontrakan yang ditanggung bersama-sama. Altaf bahkan sering berkeluh kesah karena masalah itu tak kunjung selesai.
"Sempat mengeluh juga dia, dia kebingungan dan pusing untuk mencari uang (kontrakan). Tapi dia hanya mengeluh saja, enggak ngomongin bagaimana cara dia menyelesaikan masalah ini," kata Akbar.
"Dia juga sempat mengeluh susahnya mencari pinjaman untuk mengganti kerugian dengan nominal besar," lanjut dia.
Nasi telah jadi bubur. Altaf mengaku membunuh Naufal untuk merampas barang berharga milik korban. Hal itu dilakukan karena pelaku terjerat utang pinjaman online.
Wakil Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKP Nirwan Pohan mengatakan, Altaf dijerat dengan pasal 340, 338, dan 365 KUHP.
"Ancaman hukuman mati atau seumur hidup, paling pendek 20 tahun (penjara)," imbuh Nirwan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/08/05300021/nasib-di-ujung-tanduk-mahasiswa-ui-yang-bunuh-junior-karena-terlilit