Dari pantauan Kompas.com, sawah yang dikelola Ketua Kelompok Tani Benda Jaya, Niman (56), sudah memperlihatkan tanda-tanda kekeringan. Kondisi tanah mulai retak-retak.
"Ini tanahnya kering, jadinya begini (retak-retak)," kata Niman sambil mengambil tanah dan menunjukkannya kepada Kompas.com, Jumat (11/8/2023).
Karena lahan tak lagi lembap, padi menjadi lebih mudah kering dan berwarna kecoklatan. Kondisi ini berdampak pada kualitas gabah. Ukurannya lebih kecil daripada biasanya.
"Iya, hasil (padi) kurang bagus, karena ada hitam-hitamnya, ukurannya lebih kecil, isinya kurang full (penuh)," ujar Niman.
"Ini tadinya saluran (irigasi) mengalir. Karena enggak mengalir, ini jadi banyak sampah. Kalau mengalir tinggi (airnya)," ujar dia.
Karena saluran irigasi tidak bisa mengairi lahannya lagi, Niman akhirnya menggunakan empat pompa air untuk mengairi padi di lahan seluas 2,5 hektar.
"Enggak ada air, jadi ambil dari pantekan. Total ada empat pompa air, jalaninnya harus pakai bensin," papar dia.
Dalam seminggu, Niman membutuhkan biaya Rp 400.000 untuk mengairi sawah menggunakan empat pompa air.
Selain biaya pengelolaan sawah bertambah, kekeringan juga memengaruhi kualitas gabah.
Nirman pun terpaksa tetap menjual gabah dengan harga tinggi untuk menutupi biaya operasional.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/12/06000041/kondisi-sawah-di-bekasi-yang-kekeringan-tanah-retak-dan-padi-jadi