Mereka tahu betul cara menarik hati wanita yang sedang mencoba berusaha mencari pasangan.
Hal itulah yang membuat para korban terbuai sampai akhirnya masuk ke dalam perangkap dan jadi korban penipuan.
Salah seorang korban berinisial LN mengatakan, pelaku bersikap sangat sopan meskipun komunikasi dilakukan melalui dating apps dan WhatsApp.
“Kan biasanya kalau cowok itu, entah minta foto bugil misalnya atau kalau ngomong sukanya yang menjurus-menjurus. Nah, ini enggak sama sekali. Makanya saya merasa, 'Oh ini cowok baik',” lanjut dia.
Selain itu, pelaku mengaku berstatus lajang. Hal ini cukup berbeda dibandingkan korban “Tinder Swindler” versi Indonesia lainnya yang mengaku berstatus pernah menikah, tetapi telah bercerai.
Status pelaku ini pula yang membuat LN mau untuk melanjutkan komunikasinya.
“Padahal, kalau si pelaku ini ngaku duda, pasti aku enggak akan mau lanjut. Tapi ini dia tahu betul cowok yang aku mau seperti apa,” ujar LN.
Hal lain yang membuat hati LN klepek-klepek adalah pelaku bersikap romantis. LN berkomunikasi intens dengan pelaku sekitar dua bulan.
Pelaku masih mengingat hal-hal kecil yang pernah menjadi bahan obrolan.
“Misalnya, anak saya berapa, saya sukanya apa, enggak sukanya apa, saya pernah cerita apa, dia ingat betul. Mungkin dia nyatet kali ya. Tapi itulah yang membuat wanita itu nyaman, gitu,” ujar LN yang merupakan single mom ini.
Terlebih lagi, pelaku yang mengaku warga Malaysia berjanji suatu hari nanti akan datang ke Jakarta untuk menikah dengan LN.
Setelah kepercayaan terbangun, barulah pelaku mengajak LN untuk berbisnis di website dagang palsu yang ternyata dibikin sendiri oleh komplotan pelaku.
Dalam bisnis palsu itu, LN merugi sekitar 8.040 dollar Amerika Serikat.
Modus operandi
Berdasarkan keterangan para korban, pertemuan dengan pelaku penipuan seluruhnya melalui aplikasi kencan atau dating apps.
Pelaku berupaya meraih kepercayaan dari korban terlebih dahulu dengan berbagai cara. Setelah berhasil membangun kepercayaan, pelaku menyinggung bisnis jual beli daring yang disebutnya sebagai salah satu sumber kekayaannya selama ini.
Korban pertama-tama diminta membuat akun di website itu. Artinya, korban mendaftarkan diri menjadi merchant di sana.
Sekilas, mekanisme kerjanya seperti dropshipper, di mana pemilik toko tidak mesti berurusan dengan barang dan pengemasan.
Pemilik toko hanya membeli item di daftar yang disediakan, lalu menjualnya kembali. Pelaku menjanjikan keuntungan 10 persen setiap barang laku terjual.
Tanpa disadari, modal yang digelontorkan sudah banyak, namun keuntungan itu tak pernah bisa diambil. Pada momen inilah biasanya para korban baru menyadari bahwa mereka telah tertipu.
Pelaku diduga lakukan victim profiling
Kriminolog sekaligus pakar psikologi Reza Indragiri Amriel menilai, pelaku penipuan melalui aplikasi kencan menyelidiki terlebih dahulu latar belakang calon korbannya.
Menurut dia, para pelaku sengaja menargetkan korban yang serius mencari pasangan hidup karena usia yang tak lagi muda.
"Jangan-jangan pelaku sudah melakukan victim profilling," ujar Reza saat dikonfirmasi, Rabu (23/8/2023).
"Jadi, yang dia targetkan adalah perempuan yang secara umum dianggap punya 'kelemahan'. Misal, usia sudah telat menikah," terang dia.
Apalagi, menurut Reza, manusia memiliki kelemahan berupa hindsight bias, yakni suatu kecenderungan seseorang dalam memprediksi suatu fakta peristiwa berikut hasilnya. Namun, fakta peristiwa itu belum terjadi.
"Cirinya, menyepelekan risiko, mengesampingkan bahaya, plus kelewat yakin pada kemampuan menangkal risiko viktimisasi," ujar Reza.
(Penulis: Baharudin Al Farisi, Rizky Syahrial | Editor: Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Larissa Huda).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/25/08184031/siasat-penipu-tinder-swindler-indonesia-gaet-korban-berperilaku-sopan-dan