JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan air keras sebagai senjata dalam tindakan kejahatan kembali marak terjadi di tengah masyarakat, khususnya kalangan pelajar.
Baru-baru ini, sebanyak enam pelajar sekolah menengah pertama (SMP) jadi sasaran penyiraman air keras oleh orang tak dikenal di wilayah Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara (22/8/2023).
Tak hanya itu, teror air keras juga terjadi pada siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Jalan Pisangan Lama III, Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (8/8/2023).
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, melihat ada beberapa faktor terjadinya teror air keras di kalangan pelajar.
Menurut Adrianus, teror air keras di kalangan pelajar ini tak lepas dari siklus kekerasan yang terus berulang sejak masa lalu dan tidak ada penyelesaiannya hingga saat ini.
"Ada kemungkinan pelaku adalah mereka yang pernah menjadi korban dulu. Sehingga, mereka pada dasarnya mengulangi siklus kekerasan tersebut," ucap Adrianus kepada Kompas.com, dikutip Sabtu (26/8/2023).
Adrianus berujar, penggunaan air keras ini bisa menjadi alat pembunuh di tangan siswa yang sedang "mencari lawan". Konsep "mencari lawan" muncul karena pelaku dan korban tidak saling mengenal.
Biasanya, kata Adrianus, mereka adalah siswa dari dua sekolah yang mengembangkan legacy (warisan) permusuhan dari angkatan ke angkatan.
"Maka, sepulang sekolah, siswa dari kedua belah pihak 'mencari musuh' mereka saat di luar kompleks sekolah berbekalkan apa pun senjata mereka, baik itu senjata tanajam, air keras, batu, atau lainnya," ungkap Adrianus.
Di sisi lain, penggunaan air keras sebagai alat teror itu karena "senjata" itu mudah diperoleh atau dibeli oleh siapa saja.
Selain itu, kata Adrianus, para pelaku diyakini sudah belajar dari media atau literatur yang ada bahwa pernah terjadi penggunaan air keras untuk mencederai lawan sebelumnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/26/06300061/teror-air-keras-di-kalangan-pelajar-terus-terjadi-kriminolog-ui--tak