Salin Artikel

Pro dan Kontra Usulan Penerapan Aturan Ganjil Genap 24 Jam di Jakarta

JAKARTA, KOMPAS.com - Padatnya kendaraan bermotor disinyalir menjadi salah satu penyumbang polusi udara terbesar di DKI Jakarta.

Untuk itu, Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Ida Mahmudah meminta kebijakan pembatasan kendaraan ganjil genap dievaluasi kembali.

Ida menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menerapkan ganjil genap selama 24 jam sebagai upaya pengendalian polusi udara.

"Ini segera dievaluasi, kalau memang kecil (mengurangi polusi udara), segera dilakukan 24 jam. Jadi bukan hanya saat jam kerja," ujar Ida dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/8/2023).

Anggota Fraksi PDI-P itu berharap, penerapan ganjil genap selama 24 jam dapat mengurangi mobilitas kendaraan pribadi yang disebut menjadi penyumbang tertinggi polusi.

Atas usulan itu, sejumlah kalangan memberikan sejumlah tanggapan. Ada yang sepakat ada pula yang menolak.

Dinilai tak efektif

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, penerapan ganjil genap 24 jam di DKI Jakarta dinilai tidak efektif untuk menekan polusi udara.

"Kalau menurut saya ini tidak efektif. Mau 25 jam belum bisa batasi kendaraan buat tekan polusi," ujar Trubus saat dihubungi, Sabtu (26/8/2023).

Menurut dia, penerapan ganjil genap 24 jam itu justru menambah jumlah kendaraan di Ibu Kota. Masyarakat yang memiliki uang lebih memilih membeli kendaraan lagi.

"Kalau ganjil genap (24 jam) itu masyarakat bisa mengakali dengan membeli kendaraan baru lagi," kata Trubus.

Trubus mengatakan, aturan ganjil genap dapat diberlakukan 24 jam untuk membatasi kendaraan apabila turut diterapkan di beberapa wilayah penyangga Ibu Kota.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang juga sebagai Kapala Sekretariat Presiden (Kasetpres) disebut dapat melobi pejabat daerah untuk berkoordinasi terkait rencana penerapan ganjil genap.

"Iya jadi Pak PJ tidak hanya duduk di Balai Kota tapi minta pemerintah pusat agar ditemukan dengan kepala daerah kota penyangga. Ini sudah lama kami usulkan," kata Trubus.

Diprotes warga

Warga Bekasi yang setiap harinya bekerja di Jakarta Barat, Panji Lambang Suharto (27), mengingatkan, kebijakan tersebut justru memicu masyarakat membeli kendaraan baru.

"Secara enggak langsung, ternyata kalau hal itu diterapkan, bisa memicu orang lain buat membeli kendaraan baru juga," kata Panji kepada Kompas.com, Sabtu.

Dia menyadari bahwa tidak semua lapisan masyarakat memiliki ekonomi di atas rata-rata. Masyarakat yang tak mampu membeli kendaraan baru kemungkinan beralih menggunakan transportasi umum untuk beraktivitas sehari-hari.

Masalahnya, menurut Panji, kondisi transportasi umum belum cukup memadai, salah satunya soal jarak kedatangan bus transjakarta yang cukup lama.

"Misal pergi ke kantor, keluarin uang buat ojek online ke halte busway, bayar busway, dan ojek online lagi buat ke kantor. Sementara, waktu yang terbuang bisa 1,5 jam sampai 2 jam," kata Panji lagi.

Warga Depok bernama Dicky (32) juga tidak setuju dengan wacana tersebut. Sehari-hari, dia menggunakan mobil untuk bekerja di Jakarta Selatan.

Dicky berasumsi, tidak sedikit orang yang bekerja di Ibu Kota justru memiliki kendaraan lebih dari satu. Selain itu, Dicky memprotes belum memadainya kondisi transportasi umum saat ini.

"Memangnya, kalau orang kerja enggak bawa kendaraan pribadi, mau naik apa? Kereta sama kendaraan umum penuh. (Seharusnya) siapkan kendaraan umumnya yang banyak, jadi nyaman," tutur Dicky.

Di sisi lain, Dicky menyarankan Pemprov DKI seyogianya memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat.

Respons polisi

Wakil Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya AKBP Doni Hermawan berujar, kebijakan itu harus didiskusikan terlebih dahulu.

"Karena setiap kebijakan tidak bisa langsung direalisasi, perlu ada pengkajian, perlu ada diskusi kami uji coba seperti itu," ujar Doni kepada wartawan, Jumat.

"Jadi tidak serta merta setiap wacana kemudian diaplikasikan," tambah dia.

Menurut dia, semua wacana untuk mengatasi kemacetan dan polusi udara di Jakarta harus didiskusikan dan dikaji dengan baik.

"Supaya hasilnya baik di masyarakat," kata Doni.

Rencana Heru Budi

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono akan bertemu dengan sejumlah kepala daerah di wilayah penyangga Jakarta, yakni Bekasi, Depok, dan Tangerang Raya pekan depan.

Pertemuan itu untuk membahas penerapan pembatasan kendaraan dengan skema ganjil genap selama 24 jam di Jakarta dan kota-kota penyangga. Tujuannya untuk mengatasi masalah polusi udara.

"Iya, sedang kami bahas minggu depan," ujar Heru Budi di Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (26/8/2023).

Heru menambahkan, usulan ganjil genap selama 24 jam masih dikaji dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya mengenai jumlah mobil yang dimiliki setiap warga.

"Kami pikirkan dampaknya. Kan tidak semua punya dua atau tiga kendaraan yang nomor ganjil dan genap. Itu nanti kami pikirkan," ucap Heru.

Aturan ganjil genap tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Pergub 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas Dengan Sistem Ganjil Genap.

Dalam peraturan itu disebutkan bahwa penerapan ganjil genap berlaku pada Senin-Jumat pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00-21.00 WIB.

Dengan kata lain pengendara yang memiliki kendaraan dengan nomor polisi ganjil maka tidak bisa melewati ruas tertentu pada tanggal genap.

Begitu pula sebaliknya. Adapun mengacu pada pasal 287 Undang-Undang (UU) 12/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bagi yang melanggar dikenakan sanksi tilang berupa denda maksimal Rp 500.000.

Jika ada pelanggaran maka kepolisian bisa menilang pelanggar melalui tilang elektronik (E-TLE).

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/27/07485841/pro-dan-kontra-usulan-penerapan-aturan-ganjil-genap-24-jam-di-jakarta

Terkini Lainnya

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Megapolitan
Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Megapolitan
74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke