Sebagai informasi, rencana itu menjadi pembahasan utama dalam pertemuan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada Rabu (30/8/2023).
"Rencana tersebut sebagai langkah mundur karena tidak mengikuti kebutuhan Jakarta dalam pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan," ujar Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies Ali Ahmudi Achyak, Kamis (31/8/2023).
Menurut Ali, poin-poin revisi yang diusulkan tidak mengikuti kebutuhan Jakarta dalam pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan.
Salah satu poinnya, pemanfaatan teknologi untuk penanganan sampah akan menyesuaikan kondisi di daerah masing-masing.
Heru Budi lantas mencontohkan DKI Jakarta yang saat ini lebih cocok memanfaatkan refuse derived fuel (RDF), dibandingkan Intermediate Treatment Facility (ITF).
"Pengelolaan sampah yang dibutuhkan di Jakarta adalah memilih mana lebih efektif mengolah sampah dengan cepat dan tuntas," ungkap Ali.
Menurut Ali, Jakarta saat ini dapat menghasilkan kurang 8.000 ton sampah setiap harinya. Dengan begitu, teknologi yang dirasa lebih efektif untuk mengurangi sampah adalah ITF.
Sebab, sampah yang diolah akan hancur sepenuhnya karena diproses dengan pembakaran oksidatif pada suhu 850-1.400 derajat
"Sekarang sudah semakin maju, prosesnya tertutup sehingga asap pembakarannya tidak keluar dari fasilitas ITF, sehingga relatif aman, selain itu kita dapat listrik dari proses yang ramah lingkungan," kata Ali.
Sedangkan RDF, lanjut Ali, hanya dapat mengolah 30 persen sampah di Ibu Kota. Alhasil, masih ada sisa sampah yang harus diolah kembali dan tetap menjadi timbunan di TPA.
"Sehingga sampah tidak cepat terurai dan berpotensi menimbulkan tumpukan sampah kembali," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Heru Budi bertemu dengan Luhut untuk membahas usulan revisi Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
"Membahas perbaikan Perpres Nomor 35 Tahun 2018. Jadi akan disempurnakan," ujar Heru Budi dalam keterangan yang diterima, Kamis (31/8/2023).
Menurut Heru, revisi aturan itu bertujuan untuk memudahkan setiap daerah menyelesaikan permasalahan sampah dengan teknologi apa pun yang cocok.
Dia mencontohkan, Provinsi DKI Jakarta cocok memanfaatkan teknologi refuse derived fuel (RDF) plant sebagai salah satu cara mengatasi masalah sampah.
"Jadi memakai teknologi apa saja, sesuai dengan kondisi daerah masing masing," kata Heru. "Misalnya Medan cocoknya memakai apa, Jakarta cocoknya RDF, ya RDF, atau misalnya Surabaya cocoknya pakai ITF, ya silakan," sambung dia.
Untuk diketahui, Heru sebelumnya telah memutuskan untuk menyetop proyek Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter.
Proyek pengolahan sampah menjadi tenaga listrik itu tidak dilanjutkan karena nilai investasi dan biaya operasionalnya terlalu besar.
Pemerintah Provinsi DKI harus mengeluarkan Rp 3 triliun setiap tahun jika meneruskan proyek ITF Sunter.
Atas dasar itu, Pemprov DKI memutuskan untuk menghentikan proyek ITF dan fokus mengembangkan sistem RDF.
Saat ini, RDF atau bahan bakar alternatif dari hasil pemilahan sampah perkotaan telah berhasil diproduksi di TPST Bantargebang.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/31/19415041/pengamat-rencana-revisi-perpres-pengolahan-sampah-kemunduran-bagi-jakarta