Peristiwa itu membuat Widjayanti kehilangan sejumlah uang dan perhiasan yang totalnya mencapai Rp 170 juta.
Kronologi
Widjayanti mengatakan, peristiwa bermula saat ia melihat seorang laki-laki sedang berdiri di jalur tempatnya biasa jalan pagi.
"Ada laki-laki berdiri, dia bilang, 'Bu, saya tadi dari bandara. Saya naik taksi dan diturunkan di sini. Padahal tujuan saya ke Rumah Sakit Haji Pondok Gede'. Saya bilang, 'bapak bisa naik taksi'," tutur Widjayanti ketika dihubungi, Selasa (7/11/2023).
Setelah itu, laki-laki yang mengaku baru datang dari Singapura itu langsung berjalan ke arah jalan raya dan Widjayanti melanjutkan kegiatan jalan paginya.
Namun, sesaat kemudian Widjayanti tiba-tiba dihampiri oleh seorang perempuan berbaju putih.
Perempuan tak dikenal itu mengaku kasihan dengan laki-laki tersebut, kemudian mengajak Widjayanti untuk menolongnya dengan mengantarnya.
Widjayanti sebenarnya juga kasihan melihat laki-laki itu. Oleh karena itu, ia menyetujui permintaan perempuan tersebut.
"Pas di jalan (menuju arah yang dituju laki-laki asing), ada mobil putih mepet ke saya. Begitu mepet, perempuan ini ngajak naik. Saya tanya, 'memangnya kenal?' Dia bilang kenal, dan beliau (sopir) adalah kepala cabang bank BRI Kalimalang," ungkap Widjayanti.
Saat memasuki mobil putih berpelat nomor B 1069 FZY, Widjayanti melihat laki-laki yang mengaku dari Singapura sudah ada di dalam.
Widjayanti menduga, ia mulai linglung dan terkena hipnotis ketika laki-laki yang mengaku dari Singapura itu mulai bercerita sepanjang ia berada di dalam mobil.
Di tengah-tengah perbincangan, laki-laki tersebut mengatakan akan memberikan Widjayanti uang setiap bulannya untuk diberikan kepada anak-anak yatim.
Laki-laki itu tidak menyebutkan nominalnya. Ia hanya mengatakan uang sumbangan itu akan dikirim secara transfer.
"Diberikan setiap bulan, tapi saya ditanya, 'Ibu ada deposito?'. Terus saya bilang, 'ada. Sekitar Rp 140 juta'," jelas Widjayanti.
Laki-laki itu juga bertanya apakah Widjayanti memiliki emas atau tidak. Jika punya, ia akan membayar secara tunai dengan uang dollar.
Alasannya, emas yang dimiliki Widjayanti hendak dijadikan sebagai suvenir kepada keluarganya di Singapura.
Setelah itu, ia diarahkan oleh komplotan tersebut untuk pulang ke rumah dan mengambil KTP, ATM, buku tabungan, dan emas yang Widjayanti miliki.
"Katanya, saya jangan cerita ke anak saya. Saya mungkin sudah kena (hipnotis). Saya pulang ke rumah, tapi saya diturunkan di masjid, mereka pergi. Saya pulang dan saya kayak orang bingung," ungkap dia.
"Kebetulan, di rumah banyak anak saya. Saya enggak cerita ke anak-anak. Saya langsung ambil emas-emas saya, KTP, buku tabungan, ATM, dan HP pakai tas," imbuh Widjayanti.
Saat keluar rumah, ia melihat bahwa mobil putih itu tidak ada. Namun, tiba-tiba mobil itu muncul.
Seketika Widjayanti langsung diajak ke kawasan Pasar Proyek di Kota Bekasi lantaran si perempuan berbaju putih ingin membeli kerudung.
Kepada Widjayanti, perempuan berbaju putih berkata bahwa seorang muslimah harus memakai kerudung.
Selanjutnya, Widjayanti diajak ke bank Mandiri. Kebetulan, saat itu hanya dirinya yang menjadi nasabah.
Widjayanti menduga, para pelaku sudah sering beraksi sehingga mengetahui "jam aman" untuk menguras rekening para korban tanpa dicurigai nasabah lain.
"Saya ngisi formulir untuk mencairkan dana sebesar Rp 140 juta. Begitu selesai, perempuan itu bilang, 'Bu, tas ibu kan kecil. Saya yang pegang saja uangnya'. Uang diimasukkan ke tasnya dia, terus ditutupin kerudung," kata Widjayanti.
Setelah dari bank, Widjayanti mengaku diajak ke minimarket karena laki-laki yang mengaku dari Singapura ingin membeli buah-buahan.
Setibanya di salah satu minimarket, Widjayanti turun bersama dengan laki-laki yang disebut sebagai kepala cabang bank BRI Kalimalang.
Saat berbelanja, laki-laki yang disebut sebagai kepala cabang bank BRI Kalimalang menepuk-nepuk pundak Widjayanti sambil mengatakan bahwa sosoknya mengingatkan laki-laki dari Singapura itu akan ibunya.
Ia juga meminta izin agar dibolehkan untuk memanggil Widjayanti dengan sebutan "mama".
"Habis itu dia nunduk, ambil empat botol air mineral, dan bilang, 'Bu, maaf. Saya ada perlu sebentar. Ini ibu beliin komplet ya'. Ada tulisan roti dan madu (di secarik kertas yang diberikan). Saya ikuti, taruh di kasir, nunggu lama banget," tutur Widjayanti.
Selama menunggu di area kasir, Widjayanti sampai dipinjamkan sebuah kursi agar dia tidak berdiri.
Selama dua jam lebih Widjayanti menunggu, seorang kasir memberi tahunya ada kemungkinan Widjayanti dihipnotis.
Pada saat itulah ia sadar karena sudah tidak merasa linglung seperti sebelumnya.
"Saya keluar, mobil sudah enggak ada. Saya sadar, saya bilang, 'Aduh, saya ada uang enggak ya karena semua diambil dia'. Saya hanya disisain Rp 300.000," ujar Widjayanti.
Ia pun mengunjungi bank BJB untuk menarik uang sebesar Rp 200.000. Ia juga meminta tolong kepada satpam untuk dipesankan ojek online (ojol).
Setibanya di rumah, Widjayanti bercerita bahwa ia telah menjadi korban hipnotis. Semua yang dibawa di dalam tas, termasuk cincin peninggalan sang ibunda, raib digondol maling.
"Emasnya macam-macam. Ada gelang, empat pasang giwang, kalung, satu set berlian peninggalan zaman dulu dari ibu saya, cincin peninggalan ibu saya. Kalau ditotal jadi Rp 30 jutaan. Totalnya Rp 170 jutaan dengan emas dan berlian," ungkap Widjayanti.
Pada hari yang sama, ia langsung diantarkan anaknya membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Timur. Saat ini, kasus hipnotis yang dialami Widjayanti tengah diproses.
(Tim Redaksi: Nabilla Ramadhian, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/09/17011551/kronologi-lansia-di-duren-sawit-dihipnotis-hingga-kehilangan-rp-170-juta