Salah satu pedagang di Pasar Koja Baru, Jasnita (49) mengungkapkan, harga cabai rawit merah dan keriting pada beberapa pekan lalu masih sekitar Rp 30.000 sampai Rp 40.000 per kilogram.
"Cabai rawit merah ya naiknya banyak. Biasanya Rp 40.000 per kilogram, sekarang Rp 100.000 per kilogram. Keriting juga, biasanya Rp 30.000, sekarang Rp 100.000," kata Jasnita saat berbincang dengan Kompas.com di lapaknya, Kamis (9/11/2023).
Jasnita menyampaikan, kenaikan harga tidak hanya terjadi pada cabai rawit merah dan keriting.
Harga cabai rawit hijau saat ini, kata dia, juga naik dari semula Rp 40.000 menjadi Rp 70.000 per kilogram.
Pasokan dari Pasar Induk Kramatjati sedikit
Jasnita mengatakan, tingginya harga cabai rawit merah, rawit hijau, dan cabai keriting di Pasar Koja Baru disebabkan sedikitnya pasokan di Pasar Induk Kramatjati.
"Pasokannya berkurang dari sananya. Kalau pasokannya banyak yang masuk ke Pasar Induk Jakarta, harga turun," kata Jasnita.
"Tapi, kalau sedikit, tersendat. Pembelinya banyak, barangnya sedikit. Jadi, harga naik," sambungnya.
Jasnita menduga ada tengkulak atau pengepul sengaja melakukan penimbunan menjelang Natal dan tahun baru 2024 sehingga membuat harga cabai saat ini melambung tinggi.
"Ya biasanya tengkulak-tengkulak itulah pemainnya. Dari petani (dijual) ke dia (tengkulak sebelum akhirnya didistribusikan ke Pasar Kramat Jati)," sebut Jasnita.
"Ya bisa jadi (ulah tengkulak). Kenapa ini langsung naik?" ucap Jasnita melanjutkan.
Jasnita sendiri mengaku heran dengan harga cabai yang saat ini menyentuh Rp 100.000 per kilogram.
Padahal, harga cabai pada tahun sebelumnya berada di angka Rp 60.000 per kilogram saat menjelang Natal dan tahun baru 2023.
Jasnita menilai pemerintah kini cuek ketika harga cabai sedang melonjak.
Menurutnya, pemerintah seharusnya langsung bergerak untuk menstabilkan harga dan menangkap para penimbun bahan pangan.
"Biasanya kan pemerintah yang ini ya (menstabilkan harga). Kayak dulu, ada (tengkulak) yang ketangkap. Kalau sekarang, adem saja, enggak ada yang ini (bergerak)," kata Jasnita.
"Orang yang punya modal besar kayak begitu. Dari petani, dia yang beli. Cuma, kalau sekarang ini agak kurang ditelusuri penimbunnya. Kalau dulu kan langsung dicari, ditangkap," lanjut dia.
Jasnita kemudian memberikan contoh beberapa tahun lalu saat para pedagang cabai dan emak-emak "berteriak" akibat harga cabai menyentuh Rp 140.000 per kilogram.
"Dulu kan kalau enggak salah cabai rawit disimpan banyak. (Sekarang) karena enggak ada berita besar (kayak dulu), jadi enggak terlalu ditelusuri, dicuekin saja. Dulu pernah Rp 140.000 per kilogram," ujar Jasnita.
Oleh sebab itu, Jasnita meminta pemerintah menelusuri tengkulak yang diduga menimbun cabai sehingga menyebabkan harga komoditas tersebut melambung tinggi.
Dia juga berpendapat, sebaiknya pemerintah tidak hanya berpatokan pada faktor cuaca saja yang menjadi biang keladi tingginya harga cabai saat ini.
"Iya (pengin pemerintah telusuri), biasanya kan kayak gitu. Jangan patokan sama musim kemarau," tuturnya .
(Tim Redaksi: Baharudin Al Farisi, Akhdi Martin Pratama, Nursita Sari)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/11/08360171/dugaan-permainan-tengkulak-di-balik-tingginya-harga-cabai