Pasalnya, trotoar yang baru selesai direvitalisasi akhir tahun lalu kembali dibongkar untuk galian saluran air karena kerap mengakibatkan banjir.
Pengamatan Kompas.com, Senin (27/11/2023), pembongkaran ini berlangsung di segmen trotoar depan Kantor Notaris sebelah Ciplaz Ramayana hingga depan Alfamart, dengan panjang pengerjaan sekitar 15 meter.
Terpantau sejak lima hari lalu, trotoar yang sudah dibongkar setengah sisinya itu dibiarkan begitu saja. Tidak tampak pekerja atau kontraktor yang melanjutkan pengerjaan di lokasi.
Dibongkar karena masih sebabkan banjir
Terkait pembongkaran trotoar di Jalan Margonda Raya, Depok, Kepala Dinas PUPR Depok Citra Indah Yulianty berujar, proyek itu dilakukan untuk mengatasi banjir yang kerap terjadi di lokasi.
"Karena banjir, jadi kita cari penyebabnya. Ternyata airnya enggak masuk ke Kali Malela yang di belakang. Sekarang dibuatlah solusinya," kata Kepala Dinas PUPR Depok Citra Indah Yulianty saat dikonfirmasi, Kamis (23/11/2023).
Setelah mencari penyebab banjir tersebut, kata Citra, akhirnya ditemukanlah solusi memindahkan kabel di depan Kantor Notaris.
"Sudah kita cek semua dari hulu ke hilir. Sampai depan ITC, terminal. Semua kita cek, dan solusinya di situ. Alhamdulillah (airnya) sudah masuk, tinggal yang depan notaris," ujar Citra.
Perencanaan tidak matang
Menanggapi ini, pengamat tata kota Yayat Supriatna menilai pembongkaran trotoar di Jalan Margonda Raya menunjukkan ketidakmatangan Pemkot Depok dalam membuat perencanaan tata ruang air sejak awal.
Sebab, kata dia, ketidaktahuan kontraktor akan masalah tata ruang air membuat banjir kerap terjadi.
Meskipun trotoar dan sistem drainase telah diperbaiki, bila tidak ada pemetaan masalah daya tampung air, akan tetap terulang kembali.
"Dari sisi kualitas teknis apakah perencanaan trotoar itu sejak awal betul-betul direncanakan secara matang atau tidak? Jangan-jangan kesalahannya itu adalah tidak memetakan (sumber daya air), atau kontraktornya tidak paham, sekadar jadi," kata Yayat.
Menurut Yayat, terkadang kontraktor tidak memperhatikan masalah geometrik jalan, masalah pipa air, dan tingkat kemiringan jalan sehingga mengerjakan begitu saja.
Padahal, dalam teknis pengerjaan, keperluan-keperluan ini tidak bisa dikerjakan sendiri, tetapi harus berkoordinasi pula dengan dinas terkait.
"Sebelum pekerjaan itu dilaksanakan, terpetakan tidak masalah potensi air yang berubah aliran, titik air, atau titik genangan yang tidak terpecahkan. Pekerjanya itu bersinergi dengan dinas lain atau lembaga lain tidak?" kata dia.
Hamburkan anggaran
Hal serupa juga disampaikan oleh ahli tata kota Nirwono Joga.
Menurut Nirwono, tanpa pemetaan dalam rencana induk sejak awal, proyek ini hanyalah untuk menghamburkan anggaran.
"Ya betul buang-buang anggaran dan menunjukkan Pemkot Depok tidak memiliki perencanaan trotoar yang matang," kata Nirwono saat dihubungi Kompas.com dalam kesempatan terpisah.
Lagi-lagi, kata dia, sebelum proyek dimulai Pemkot Depok, mestinya sudah memiliki rencana induk terpadu untuk penataan infrastruktur bagi pejalan kaki.
Dalam rencana itu, seharusnya sudah dimuat soal penataan saluran air, serta jaringan utilitas bawah tanah berupa kabel listrik, telepon, serat optik, pipa gas, air minum, dan air limbah.
"Rencana induk terpadu ini meliputi trotoar, jembatan penyeberangan, jembatan penghubung, zebra cross atau pelican crossing, yang dibangun secara bertahap sesuai perencanaan menyeluruh dan penganggaran," ujar Nirwono.
Dengan adanya rencana induk terpadu, revitalisasi trotoar pun dapat dilakukan sekaligus.
"Sehingga tidak akan ada lagi kegiatan bongkar pasang trotoar. Anggaran pun menjadi lebih hemat, efisien, dan efektif," ucap dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/28/09292691/bongkar-pasang-trotoar-margonda-tunjukkan-ketidakmatangan-perencanaan