JAKARTA, KOMPAS.com - Ada sejumlah hambatan dalam menangani pengaduan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di RPTRA Pulo Gundul, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Sebab, pihak pelapor khawatir bagaimana nasib kehidupan rumah tangganya setelah pelaku diusut secara hukum.
“Untuk KDRT sendiri, kalau istri yang lapor ujungnya suami enggak mau bertanggung jawab. Istri mikir-mikir juga, ‘Nanti saya gimana? Kalau dihukum penjara, siapa yang nafkahin anak-anak?’. Jadi banyak yang berujung damai meski dipukuli,” kata Pengelola RPTRA Pulo Gundul Okraben “Ben” Oemata kepada Kompas.com, Jumat (15/12/2023).
Selama menjadi pendamping posko aduan sejak 2018, Ben belum pernah menerima aduan laporan dari laki-laki. Menurut dia, suami cenderung memilih untuk diam.
Dalam mengusut laporan, para pendamping harus mengenakan rompi saat melakukan pengecekan lapangan.
“(Pakai rompi) untuk menunjukkan siapa kami. Terkadang, mereka (pelaku) dilindungi sama keluarga dan warga sekitar. Kalau yang tadinya ramai (kasusnya) sudah tidak lagi, baru kami masuk (tanpa rompi),” tutur Ben.
Bahkan, ada kalanya Ben dan lima rekannya malah diusir oleh pelaku saat pengecekan lapangan.
“Pernah (dimarahi oleh pelaku). Dibilang, ‘Apa sih ikut-ikut campur? Masalah keluarga saya kok ikut campur?’” celetuk dia.
“Ya, saya jawab, saya dapat laporan. Kalau enggak dapat laporan kan saya enggak tahun. Dari situ, ada yang akhirnya ikut bercanda lagi, ada yang suruh pergi,” sambung Ben.
Sebagai informasi, ada empat posko pengaduan KDRT di Jakarta Pusat yang menerima laporan untuk mendapat konseling di Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Empat posko itu berada di RPTRA Pulo Gundul Kecamatan Johar Baru, Harapan Mulia Kecamatan Kemayoran, Madusela Sedayu Kecamatan Sawah Besar, dan Melati Duri Pulo Gambir.
PATBM adalah program di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/12/15/17574521/beberapa-laporan-kdrt-berujung-damai-karena-pelapor-khawatir-nasib