Sebab, proses penangkapan tersebut "menabrak" sejumlah aturan proses penangkapan sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Tidak profesional
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut polisi yang menangkap Saipul Jamil melanggar prosedur penangkapan seseorang sesuai dengan aturan Undang-Undang yang berlaku.
"Dalam kasus Saipul Jamil, polisi bertindak tidak profesional. Ia dipukuli oleh orang-orang berpakaian preman yang tidak diketahui siapa mereka ini," ungkap Sugeng dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (10/1/2024).
Kemudian, Sugeng turut mengkritik polisi yang membiarkan warga sipil ikut-ikutan dalam penangkapan Saipul Jamil.
Padahal, hal itu juga tidak diperbolehkan dalam proses penangkapan seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum.
"Polisi tidak boleh melibatkan anggota masyarakat untuk kemudian menangkap seseorang," kata Sugeng.
"Kalaupun ada anggota masyarakat yang menangkap seseorang terduga pelaku kejahatan harus dicegah," sambungnya.
Mirip premanisme jalanan
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai penangkapan yang dilakukan kepolisian bak aksi premanisme di jalanan.
"Apa yang dipertontonkan aparat berpakaian preman dengan tindakan kekerasan fisik dan verbal terhadap saudara SJ, dan pengemudinya justru mirip tindakan premanisme jalanan," ujar Poengky saat dihubungi, Rabu.
Dalam video yang viral, aparat diduga melakukan kekerasan fisik dan verbal kepada pedangdut tersebut.
Selain Saipul, sang asisten juga mendapat perlakuan yang sama.
"Perbuatan tersebut tergolong sebagai tindakan penyiksaan dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia dalam melakukan penangkapan terhadap SJ dan pengemudi mobilnya," ungkap Poengky.
Dia menduga, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dan mengesampingkan asas praduga tak bersalah.
"Apalagi, ternyata setelah dilakukan tes urine, tes darah, dan tes rambut ternyata saudara SJ negatif narkoba," imbuh dia.
Oleh sebab itu, Poengky menegaskan, penyidikan harus merujuk pada aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia.
Dia berpandangan, penyidik harus berhati-hati saat menangkap terduga pelaku.
"Kami mendorong Bidang Propam Polda Metro Jaya proaktif melakukan pemeriksaan kepada para penyidik agar tindakan penangkapan yang merendahkan martabat tersebut tidak terulang lagi," tutur Poengky.
Pertontonkan arogan
Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, polisi melanggar prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) saat menangkap Saipul Jamil.
“Dalam video kasus penangkapan SJ tersebut, petugas kepolisian jelas-jelas melanggar SOP dan mempertontonkan kearoganan,” ujar Bambang saat dihubungi, Selasa (9/1/2024).
Bahkan, dia berpandangan tindakan polisi yang menangkap Saipul Jamil di jalur busway tersebut berujung pada aksi premanisme.
“Aksi anggota kepolisian dalam video penangkapan Saipul Jamil menunjukkan arogansi yang mengarah pada premanisme,” ungkap Bambang.
“Di mana aparat melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa koridor aturan,” tambah dia.
Bambang menjelaskan, penangkapan dan penahanan diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. SOP penangkapan diatur dalam Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.
Dalam Perkap tersebut ada dua jenis penangkapan, yakni pada Pasal 71 ayat 1 soal tertangkap tangan dan Pasal 72 soal penangkapan seorang yang sudah dijadikan tersangka.
Merujuk Pasal 71, Saipul Jamil dan asisten yang berada di dalam mobil tidak sedang bertransaksi narkoba seperti yang dituduhkan. Bambang mengatakan, petugas bisa melakukan razia sesuai Perkap dan dilakukan secara sopan serta humanis.
“Dalam video penangkapan SJ tersebut, polisi tidak sedang melakukan razia, dan tidak ada yang berseragam yang menunjukan atribut kepolisian. Jadi layaklah perilaku oknum-oknum tersebut disebut sebagai premanisme,” jelas dia.
Sementara bila merujuk Pasal 72, penangkapan dianggap tidak sesuai karena seharusnya penyidik memiliki bukti-bukti terlebih dahulu.
Perkara itu pun harus melalui proses pemanggilan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Terlebih, Saipul Jamil bukan residivis atau masuk daftar pencarian orang (DPO).
“Aksi-aksi penangkapan dengan cara preman seperti itu semuanya tak bisa dibenarkan karena menjauh dari prinsip-prinsip kemanusiaan,” ucap dia.
Polisi yang terlibat diperiksa Propam
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi menyatakan, anggota yang terlibat dalam penangkapan bakal diperiksa oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Metro Jakarta Barat.
Ini dilakukan karena diduga terjadi pelanggaran prosedur penanganan saat petugas mengejar dan menangkap pelaku.
"Ketika ada indikasi pelanggaran prosedur dalam tindakannya maka kami tidak akan segan-segan memberikan punishment kepada setiap anggota yang melanggar," ucap Syahduddi dalam keterangan tertulis.
Dia memastikan, anggota polisi yang terlibat dalam penangkapan akan diperiksa secara objektif.
Selain itu, mereka juga dibebastugaskan sementara sebagai penyidik selama pemeriksaan berlangsung.
"Kami menjamin pemeriksaan Propam terhadap anggota yang terlibat dalam penangkapan tersebut berjalan dengan objektif dan bisa memberikan rasa keadilan bagi semua pihak," tutur Syahduddi.
Adapun video penangkapan Saipul Jamil viral di media sosial. Diduga, sang pedangdut serta asistennya dipukul karena enggan diamankan.
Terdengar pula makian yang dilontarkan kepada Saipul Jamil.Saat itu Saipul Jamil ditangkap bersama asistennya bernama Steven. Steven diketahui membeli sabu dari pengedar narkoba berinisial R (18).
"Saudara R diamankan di kediamannya di wilayah Kedaung Kali Angke dan dia mendapatkan barang-barang tersebut, ini yang sedang kami cari dan dalami," kata Syahduddi dalam konferensi pers, Sabtu (6/1/2024).
R ditangkap beserta barang bukti berupa satu paket sabu seberat 0,21 gram. Menurut pengakuan R, Steven membeli sabu kepadanya dengan harga Rp 1 juta.
Atas perbuatannya, Steven dan R disangkakan Pasal 114 Ayat (1) subsider Pasal 112 Ayat (1) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau percobaan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 114 Ayat (1) subsider Pasal 112 Ayat (1) juncto Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
(Tim Redaksi: Zintan Prihatini, Akhdi Martin Pratama)
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/01/11/12000081/kritik-tajam-soal-cara-polisi-tangkap-saipul-jamil-tidak-profesional