Salin Artikel

Ketika Heru Budi dalam Bayang-bayang Jokowi dan Urung Beri Sanksi Gibran

Persoalan itu masih jalan di tempat meski sudah tiga pekan, setelah Bawaslu Jakarta Pusat melayangkan rekomendasi pelanggaran Gibran ke Pemprov DKI pada 5 Januari 2024.

Hal ini membuat Heru Budi disorot karena dinilai kurang bersikap tegas, bahkan dianggap mencoba menutupi persoalan Gibran.

Heru melengos

Heru Budi menolak berkomentar soal pemberian sanksi terhadap Gibran.

Semula Heru Budi menjelaskan isu perkotaan di Jakarta, setelah membagikan sertifikat rumah warga di kawasan Mampang Prapatan, Rabu (24/1/2024).

Pada momen itu, Heru juga dimintai tanggapan oleh awak media mengenai sanksi untuk putra Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Pak soal sanksi Mas Gibran di CFD, Pak?" tanya awak media kepada Heru.

Awalnya Heru menoleh kepada wartawan yang menanyakan persoalan itu. Namun, eks Wali Kota Jakarta Utara itu tak menanggapinya.

Kemudian Heru menghela napas panjang lalu membuang muka sambil meninggalkan para wartawan.

Heru tidak menjawab lagi beberapa pertanyaan yang dilontarkan wartawan mengenai sejumlah isu di Jakarta.

Bayang-bayang Jokowi

Pakar mikro-ekspresi Kirdi Putra mengatakan bahwa Heru Budi berusaha menutupi persoalan pelanggaran Gibran.

Pernyataan itu dilihat dari ekspresi Heru yang membuang muka saat awak media bertanya sanksi putra sulung Jokowi itu.

"Pak Heru menengok terus matanya melihat ke arah atas. Itu penanda bahwa dia melihat sedang membayangkan sesuatu, aslinya," kata Kirdi.

"Buat saya dia saat itu sedang memilih untuk no comment. Dengan tidak menjawab, itu sudah menutupi (persoalan)," sambung Kirdi.

Kirdi meyakini Heru Budi berusaha menutupi karena sosok Gibran yang merupakan anak Jokowi.

Sebab, Heru menjabat Pj Gubernur DKI Jakarta karena ditunjuk Jokowi. Saat ini juga ia masih menjabat Kepala Sekretariat Kepresidenan.

"Iya ini polemik. Dia yang memilih (menjadi Pj Gubernur) kan bapaknya (Gibran). Tidak enak dong. Lebih baik ditunda saja (jawabannya)," kata Kirdi.

"Kalau birokrasi Indonesia kan kayak gitu. Kalau enggak enak atau tidak tahu harus ngapain, maka di-pending saja. Tidak dikasih keputusan apapun," kata Kirdi lagi.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, kurang responsifnya Pemprov DKI tak terlepas karena sosok Gibran yang merupakan putra Kepala Negara.

"Saya sih memang melihatnya yang menjadi dasar, ini adalah putra presiden itu. Selain itu saya lihat, kalkulasi Pj (Gubernur) ini Pak Heru sangat-sangat ke Pak Jokowi. Ini menjadi problem-nya," kata dia.

Maksud dikaburkan

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga dianggap sengaja mengulur waktu untuk menjatuhkan sanksi kepada Gibran.

"Dalam hal kasus ini ada kesengajaan. Kalau saya melihatnya memang ini persoalan ada maksud untuk dikaburkan," kata Trubus.

Dengan demikian, Heru Budi dinilai harus tegas mengumumkan sanksi kepada Gibran, meskipun terlihat tetap melindungi.

"Harusnya Pak Heru Budi mengambil langkah tegas. Artinya melakukan penegakan aturan, walaupun sebenarnya melindungi," ucap Trubus.

Netralitas dipertanyakan

Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Zaki Mubarok sebelumnya mengatakan, sikap Heru dan anak buahnya, dalam hal ini Satpol PP yang tidak tegas membuat netralitas mereka diragukan.

"Betul (netralitasnya dipertanyakan). Persepsi adanya conflict of interest ini tidak bisa dihindari," ujar Zaki kepada Kompas.com, Senin (23/1/2024).

Adapun Bawaslu Jakpus dianggap sudah melampaui kewenangannya dengan menyatakan ada pelanggaran lainnya dari kegiatan Gibran yakni melanggar Pergub Nomor 12 Tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB).

Untuk diketahui, Pergub Nomor 12 Tahun 2016 itu mengatur bahwa area CFD tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang terkait politik.

"Atas dasar apa Bawaslu DKI Jakpus menyatakan 'ada pelanggaran lainnya'," sementara itu bukan merupakan ranah dari Bawaslu," kata Zaki.

Menurut Zaki, sanksi terhadap Gibran terkait pelanggaran itu harus segera ditetapkan, meski sekalipun hanya sekedar teguran.

"Menurut saya, ini terang benderang apa yang dilakukan Gibran dan beberapa parpol lainnya telah menabrak pasal Pergub 2016 tentang dengan memanfaatkan kegiatan di CFD untuk kepentingan politik.

Pada Pergub Nomor 12 Tahun 2016 tentang HBKB tersebut terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang sanksi bagi pelanggar.

Pada Pasal 9 Ayat (2) Huruf e beleid tersebut, pengunjung CFD yang tidak memenuhi aturan dalam pelaksanaan kegiatannya, akan diberikan surat teguran.

“Dalam hal ditemukan partisipan HBKB tidak memenuhi aturan dalam pengisian acara pelaksanaan HBKB, Penyelenggara HBKB akan memberikan Surat Teguran,” seperti dikutip Kompas.com pada Jumat (5/1/2024).

Berlanjut ke Pasal 9 Ayat (2) Huruf f beleid, pengunjung yang telah diberikan surat teguran dan tetap melanggar, tidak akan diperbolehkan lagi mengisi acara di area CFD.

Melanggar dan belum dibahas

Bawaslu Jakpus sebelumnya memutuskan bahwa kegiatan Gibran membagikan susu di area CFD sebagai pelanggaran Pergub Nomor 12 Tahun 2016 tentang HBKB.

Keputusan ini merupakan hasil kajian dalam rapat bersama Bawaslu Jakarta Pusat dan Bawaslu DKI pada Rabu (3/1/2024) malam.

Ketua Bawaslu Jakarta Pusat Christian Nelson Pangkey alias Sonny Pangkey menjelaskan, temuan pelanggaran itu kemudian diteruskan ke Bawaslu DKI Jakarta untuk disampaikan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan ditindaklanjuti.

"Diteruskan ke Bawaslu Provinsi DKI Jakarta untuk disampaikan kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Sonny dalam keterangan tertulis, Kamis (4/1/2024).

Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Arifin mengakui belum membahas bentuk sanksi untuk Gibran terkait pelanggaran kampanye di area CFD, Bundaran HI.

Menurut Arifin, Satpol PP dengan Biro Hukum DKI dan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI baru akan membahas sanksi untuk putra sulung Jokowi itu.

"Nanti kita bahas bersama karena kan harus dievaluasi bersama dengan unsur terkait. Kan ada Biro Hukum lalu Dishub, penyelenggaraan itu kan CFD ada hubungan," ucap Arifin.

https://megapolitan.kompas.com/read/2024/01/25/09445921/ketika-heru-budi-dalam-bayang-bayang-jokowi-dan-urung-beri-sanksi-gibran

Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke