JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan remaja di Jakarta Timur tertangkap basah oleh polisi saat hendak tawuran pada Minggu (4/2/2024).
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Timur Komisaris Besar (Kombes) Nicolas Ary Lilipaly berujar, setidaknya ada 20 remaja yang terlibat dalam rencana tawuran itu.
Beruntung, tawuran itu belum sempat pecah. Puluhan remaja itu sudah ditangkap dan dibawa ke Dinas Sosial DKI Jakarta.
"Kami kerja sama dengan Dinas Sosial untuk diperlukan sebagaimana layaknya anak berhadapan dengan hukum,” kata Nicolas, Senin (5/2/2024).
Sebanyak 3 dari 20 orang ini merupakan admin yang mengelola akun media sosial dari tiga kelompok.
"Dari ke-20 orang ini, ada tiga orang yang berperan sebagai admin. Nah, dari admin ini kami tangkap teman-temannya yang terlibat tawuran,” ungkap Nicolas.
Berawal dari kode "angin"
Penangkapan terhadap 20 orang tersebut bermula saat anggota Polres Metro Jakarta Timur tengah melangsungkan apel malam sebelum berpatroli.
Kendati demikian, beberapa remaja mengundang kecurigaan polisi karena merekam apel malam tersebut dengan menggunakan ponsel.
“Setelah apel, anggota kami menanyakan atau melihat handphone yang mereka rekam. Ternyata, di handphone itu dia tulis, 'kita jangan bergerak dulu, angin lagi kencang',” ujar Nicolas.
Berdasarkan hasil interogasi, Lilipaly menyampaikan, angin merupakan kode bagi para pelaku bahwa polisi sedang bergerak atau berpatroli.
"Jadi, karena patroli Polres Metro Jakarta Timur keliling, mereka tidak bisa bergerak untuk melakukan tawuran. Mereka akhirnya bilang, 'di sini juga banyak FBR yang berkeliaran, jadi kita tunggu dulu',” ucap Nicolas.
Kecurigaan polisi yang berujung pada penggeledahan. Polisi menemukan barang bukti berupa celurit, bom molotov, air keras, golok atau parang, stick golf, dan minuman keras.
Bikin bom molotov sendiri
Dua dari 20 remaja di Jakarta Timur yang ditangkap polisi karena hendak tawuran disebut berperan sebagai pembuat bom molotov.
“Dan yang paling parah lagi, yang buat bom molotov ini anak umur 14 tahun dan 15 tahun,” ungkap Nicolas.
Ia berujar, kedua pembuat bom molotov ini belajar sendiri atau otodidak. Mereka hanya bermodalkan tayangan YouTube dan informasi dari teman-teman.
Selain dua orang ini, terdapat tiga dari 20 pelaku yang disebut polisi sebagai pengelola media sosial kelompok yang berbeda-beda.
Dari hasil penangkapan ini, polisi menemukan sejumlah barang bukti yang hendak pelaku gunakan untuk tawuran.
Minta uang orangtua
Remaja yang ditangkap karena hendak tawuran rupanya urunan untuk membeli sejumlah celurit.
“Mereka membeli celurit ini, jadi, urunan mereka, iuran dari uang-uang yang diberikan oleh orangtuanya, mereka simpan untuk membeli celurit,” ungkap Nicolas.
Dalam jumpa pers, Nicolas menunjukkan celurit yang disita untuk dijadikan barang bukti. Menurut dia, harga celurit-celurit tersebut berbeda-berbeda, sesuai dengan ukuran.
“Kalau untuk alatnya, ada yang Rp 500.000, ada yang Rp 700.000, ada yang Rp 300.000, tergantung panjangnya. Jadi, urunan mereka," kata dia.
“Tergantung panjang dan besarnya. Ini tajam semua rekan-rekan. Ini kalau kena leher, selesai kita, putus,” lanjutnya.
Nicolas berjanji, polisi menyelidiki pihak-pihak yang membuat atau menjual senjata tajam tersebut.
“Inilah, Polres Metro Jakarta Timur sedang berusaha untuk mengungkap para pelaku yang menjual air keras dan sebagainya,” tutur Nicolas.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/05/15092451/nekatnya-20-remaja-yang-hendak-tawuran-di-jaktim-intai-polisi-pakai-kode