JAKARTA, KOMPAS.com - Aning (65) mengamati detail ukiran bunga mei hwa yang ada di hadapannya.
Dia kemudian mengukir material yang bentuknya seperti plastik berwarna merah muda. Di tangannya, material itu menjelma menjadi kelopak bunga cantik.
Kelopak bunga itu kemudian dirangkai dan ditempel ke ranting buatan yang telah Aning siapkan.
Aning adalah perajin bunga mei hwa. Sejak 1982, dia menggeluti pekerjaan itu di tokonya yang berada di kawasan pecinan Glodok, Jakarta Barat.
"Sudah 42 tahun saya berdagang ukiran bunga di sini," kata Aning, Jumat (9/2/2024).
Rangkaian bunga mei hwa itu ternyata berbahan dasar plastik dan benang nilon.
Batang-batangnya berasal dari pohon jambu. Aning menempelkan ranting-ranting bunga ini menggunakan lem.
"Bunga ini dari plastik dipadu dengan kain nilon," ucap dia.
"Kalau batangnya dari pohon, ini saya tempel dengan lem tembak," jelas Aning.
Aning hanya butuh waktu satu jam untuk mengukir bunga berukuran kecil.
"Kalau yang besar juga enggak terlalu lama. Mungkin satu setengah jam," jelas dia.
Harga bunga yang ia jual pun beragam, mulai dari Rp 600.000 per ukuran pot kecil.
Untuk pot besar, ia jual seharga Rp 1,2 juta. Apabila dihiasi dengan angpau dan lentera ala Tiongkok, bunganya seharga Rp 1,4 juta.
"Mulai dari Rp 600.000 yang kecil, kalau lengkap ada hiasannya itu Rp 1,4 juta," imbuh dia.
Momen Imlek di setiap tahun tidak akan ia sia-siakan. Pasalnya, Aning hanya bisa berdagang selama satu bulan.
Satu harinya sekitar 10 pesanan bunga ukiran masuk. Bahkan, tidak hanya warga Jakarta yang memesan.
Kata Aning, pemesan bunganya rata-rata dari perusahaan maupun kantor. Namun, ada juga pembeli individual.
"Biasanya 10 pesanan setiap hari. Itu juga bukan hanya orang Jakarta saja. Ada dari Palembang, Kalimantan, dan Sulawesi. Kan dari perusahaan gitu," ujar Aning.
"Ada juga yang seorangan sih, biasanya dipajang di rumahnya," tambah ia.
Hasil penjualan kotor Aning per harinya bisa mencapai Rp 10 juta.
"Dihitung-hitung ya Rp 10 juta dapatlah. Tapi kotor ya," jelas Aning.
Pada momen Imlek tahun ini, ia mengatakan pesanannya naik 50 persen dari tahun sebelumnya.
"Sesuai shio naga katanya hoki ya. Alhamdulillah penghasilan naik," tutur Aning.
Di luar momen Imlek, ia berdagang buah di Gang Kalimati dekat kawasan pecinan.
Namun, semua usahanya ini sudah diwariskan ke anak-anaknya. Ia kini tinggal di Surabaya bersama kerabat untuk menikmati masa tua.
"Habis Imlek ini, saya pulang ke Surabaya. Dulunya dagang buah di Gang Kalimati karena saya asli sini. Sekarang semua diwariskan ke anak-anak," papar Aning.
"Anak saya 16, ada tiga yang bisa mengukir bunga ini," tambah dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/09/07354201/rangkaian-indah-bunga-mei-hwa-di-pecinan-glodok-yang-mekar-di-tangan