JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi lalu lintas di persimpangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tampak amburadul, Selasa (5/3/2024).
Kompas.com melihat langsung kondisi ini dari pukul 11.00 WIB hingga 12.00 WIB dan menghitung berbagai jenis pelanggaran secara manual.
Kami memantau dari pos pantau polisi lalu lintas berukuran sekitar 2x2 meter yang berdiri di persimpangan Pasar Minggu.
Berdasarkan hasil hitung manual, setidaknya ada 409 pelanggaran lalu lintas yang terjadi selama satu jam.
Melawan arus merupakan pelanggaran yang paling banyak dilakukan oleh para pengendara sepeda motor, yakni sebanyak 261.
Selain itu, 76 pengendara atau penumpang sepeda motor yang tidak memakai helm, 41 kendaraan baik itu roda dua atau empat menerobos lampu merah, dan 19 pengendara melewati batas garis putih.
Ada juga dua pengendara sepeda motor yang berkendara di atas trotoar, tujuh kendaraan melebihi kapasitas muatan, dan tiga sepeda motor yang memakai knalpot brong.
Lawan arus
Berdasarkan pantauan Kompas.com, pengendara sepeda motor yang melawan arus datang dari arah Jalan Raya Ragunan lalu ke arah Jalan Raya Pasar Minggu.
Padahal, Jalan Raya Pasar Minggu dari arah Kalibata menuju Tanjung Barat ini merupakan jalur satu arah dengan lebar sekitar tiga meter.
Pelanggar yang melawan arus kebanyakan ojek online alias ojol.
Mereka mengantar penumpang yang hendak turun atau menjemput, atau sekadar “ngetem” di depan Stasiun Pasar Minggu.
Selain ojol, ada juga warga yang melawan arus dari Jalan Raya Pasar Minggu menuju Jalan Masjid Al-Makmur.
Jalan tersebut merupakan jalan alternatif atau tembusan ke Jalan Raya Condet, Balekambang, Kramat Jati, Pasar Minggu.
Beberapa kali ditemukan, pengendara yang melawan arus ini melanggar beberapa pelanggaran sekaligus, yakni tidak memakai helm, berkendara di trotoar, dan menerobos lampu merah.
Ramai-ramai “ngetem”
Terlepas banyaknya pengendara yang melawan arus, dari area depan Stasiun Pasar Minggu sampai putar balik Jalan Raya Pasar Minggu, banyak ojol, opang, pedagang, bahkan sopir angkot yang “ngetem”.
Kondisi ini membuat ruas Jalan Raya Pasar Minggu dari arah Kalibata menuju Tanjung Barat selebar tiga meter ini menjadi terpangkas.
Padahal, ada rambu lalu lintas dilarang setop yang terpasang di sebelah kiri Jalan Raya Pasar Minggu.
Oleh karena itu, terkadang, arus lalu lintas menjadi tersendat, dan bunyi klakson dari para pengendara bersahutan.
Masih berdasarkan pengamat Kompas.com, salah satu pengendara melawan arus ada yang kesal karena ojek pangkalan yang “ngetem” di pinggir jalan.
Dengan wajah kesal, ia sempat mengumpat lalu pergi ke arah Jalan Masjid Al-Makmur.
Sementara, para pengendara motor atau mobil yang tidak melawan arus hanya bisa mengklakson dan menggelengkan kepala melihat tingkah mereka.
Kompas.com juga memantau kondisi jalan dari pos pantau polisi lalu lintas.
Pos tersebut berdiri di persimpangan Pasar Minggu, sehingga dapat melihat dari segala arah untuk para pengendara yang melanggar lalu lintas.
Sejak kami tiba sampai meninggalkan lokasi, tidak ada satu pun polisi lalu lintas atau petugas Dinas Perhubungan yang hadir untuk berjaga di persimpangan Pasar Minggu.
Pos pantau berkelir biru yang memiliki logo Polisi Lalu Lintas, Polda Metro Jaya, dan Polri, ini tak berpenghuni.
Sjumlah pengguna transportasi umum terkadang singgah secara bergantian untuk berteduh dari teriknya matahari.
Namun, ada saat di mana beberapa perempuan tiba di pos pantau tersebut. Secara bergantian, mereka menerima uang recehan dari para sopir angkot yang melintas.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/06/06343761/amburadul-lalu-lintas-di-simpang-pasar-minggu-dan-pos-polantas-tak