JAKARTA, KOMPAS.com – Peran Sudarman (68) sebagai seorang marbut di masjid Al-Falaah Manggarai, Jakarta Selatan (Jaksel), bukan sekadar menjaga kebersihan masjid.
Sekertaris Masjid Al-Falaah, Guntur Kurniawan mengatakan, Sudarman memegang peranan penting di dalam masjid selama ini.
Guntur menjadi salah satu saksi perjuangan Sudarman yang mengabdi kepada Masjid Al-Falaah.
Ia mengatakan, Sudarman menjadi satu-satunya orang yang datang paling pagi ke masjid.
Biasanya, Sudarman akan datang ke masjid Al-Falaah pukul 03.00 WIB dini hari sebelum para jemaah shalat subuh datang.
“Marbut jelas punya peran besar dalam suatu masjid, yang mana marbut orang yang pertama datang dan pulang paling terakhir,” ucap Guntur ketika diwawancarai oleh Kompas.com, Selasa (19/3/2024).
Sebagai seorang marbut, Sudarman juga harus bisa menjadi imam dan mengumandangkan adzan di masjid.
“Kadang marbut pun di tuntut harus bisa adzan dan imam, di samping pekerjaan utama untuk menertibkan dan membersihkan masjid dan area sekitarnya,” sambung Guntur.
Membantu perayaan Idul Adha
Bukan hanya itu, Sudarman juga ikut berkontribusi untuk memperlancar perayaan hari-hari besar Islam, salah satunya Idul Adha di masjid Al-Falaah.
Sudarman mengaku, sudah hampir lima tahun lebih dipercaya pengelola masjid untuk bantu menyembelih hewan kurban saat Idul Adha.
Setiap tahunnya, Sudarman bisa menyembelih kurang lebih 20 ekor kambing saat perayaan Idul Adha.
Kemampuan menyembelih hewan kurban yang dimiliki Sudarman ia dapatkan secara otodidak.
Sejak usianya masih muda, ia senang memperhatikan petugas jagal yang sedang menyembelih hewan kurban.
Mulai sejak itu, Sudarman mengasah kemampuannya dan dipercaya oleh para tetangga untuk bantu menyembelih hewan kurban sampai detik ini.
“Tahu-tahu saya ditunjuk aja (jadi tukang jagal), karena kalau di rumah biasanya banyak orang yang menyuruh potong ayam, potong kambing untuk aqiqah di rumah. Eh, jadi disuruh sama orang masjid,” sambungnya.
Ketika dipercaya menjadi petugas jagal, Sudarman tak mau mengecewakan pengelola masjid.
Ia rela merogoh uang pribadinya sendiri untuk membeli peralatan dan perlengkapan yang dapat memperlancar proses pemotongan hewan kurban di masjid Al-Falaah.
“Ya sudah sampai bikin bangku, dan alat-alat pakai modal sendiri,” tuturnya.
Di usianya yang terus bertambah, Sudarman mengakui, tenaganya sudah tak sekuat dulu.
Ia seringkali merasa kesulitan jika harus menyembelih hewan kurban.
Namun, ia bersyukur baik pengelola masjid atau pun remaja masjid, saling bahu membahu membantunya.
“Susah tapi Alhamdulillah banyak yang bantu megang juga,” tegasnya.
Tak mau menerima bayaran
Kemampuan menyembelih hewan kurban yang dimilikinya, tak membuat Sudarman mencari keuntungan.
Sudarman mengatakan, setiap kali dimintai bantuan untuk menyembelih hewah, ia memilih untuk tidak menerima bayaran.
“Kalau disuruh orang-orang biasanya juga saya enggak pernah mau terima uang, biarin aja ikhlas aja,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, pihak masjid selalu memberikannya bayaran tambahan ketika menjalankan tugas sebagai penyembelih hewan kurban.
Bayaran yang bisa diterima Sudarman mencapai Rp. 150.000–Rp. 200.000 dari pengelola masjid.
Namun, terkadang Sudarman tak mau menerima bayaran tersebut dan memilih untuk membelikannya alat-alat potong hewan kurban agar bisa digunakan masjid Al-Falaah kembali di masa mendatang.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/25/15423451/kisah-sudarman-jadi-tumpuan-di-masjid-al-falaah-bukan-marbut-biasa