Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parodi: Tertib, "Please"!

Kompas.com - 26/10/2009, 15:06 WIB

Oleh Samuel Mulia

Saya jengkel. Hari Minggu siang saya berenang di apartemen tempat tinggal saya. Namanya juga ruang publik, saya tak bisa melarang orang berenang seperti yang saya kehendaki. Saya menyadari itu.

Harus saya akui, saya yang salah karena terlambat bangun. Biasanya, saya tak pernah melakukan olahraga air itu pada akhir pekan, tetapi pada hari-hari kerja dan pada pukul delapan pagi. Kolam sepi dan tak ada manusia yang memenuhi kolam yang ukurannya sedang-sedang itu.

Saya memiliki jadwal hidup yang aneh. Orang kerja saya tidur dan berenang, orang berenang saya kerja dan tidur. Hari Minggu itu saya memutuskan berolahraga air karena sudah lama sekali tak melakukan kegiatan mulia yang menyehatkan itu.

Biasa, selain pekerjaan yang bertambah dan jeritan klien yang membuat saya juga keriting, yang juga memiliki andil besar adalah datangnya rasa malas yang berlangsung begitu lamanya. Sehingga badan yang biasanya bergerak, tiga bulan berhenti karena rasa malas itu.

Di kolam renang

Nah, puncaknya adalah akhir pekan itu. Badan terasa sakit semua dan sudah menagih untuk digerakkan. Maka, tanpa berpikir panjang saya memutuskan terjun ke dalam air. Kolam renang itu tak dipenuhi orang. Hanya ada lima manusia yang memutuskan berolahraga. Mungkin jadwal hidup mereka sama seperti jadwal hidup saya dan bisa jadi badan mereka juga sudah minta-minta untuk digerakkan. Badan saya sudah digerakkan di tempat lain, kok yaaa… kurang saja dan masih menagih.

Masalahnya bukan soal ada lima atau enam orang di dalam kolam itu. Yang membuat saya jengkel adalah karena mereka berenang sak enak udele dewek, seperti merasa kolam renang itu milik keluarganya. Saya berenang dengan tujuan untuk olahraga, sehingga jalur renang saya yaaa… lurus saja bolak-balik dan memilih gaya dada sebagai gaya renang andalan.

Mereka mungkin punya tujuan sama, tetapi memutuskan untuk tidak lurus bolak-balik melainkan menyilang. Jadi, saya dan mereka itu seperti simbol tanda tambah, dan mereka memilih gaya bebas sebagai gaya andalan.

Saya pakai gaya dada, di depan saya pakai gaya bebas. Anda bayangkan berenang dengan gaya bebas, kaki mereka menepuk-nepuk air kolam, saya yang di belakangnya terombang-ambing gelagapan menghindari air masuk ke dalam mulut.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com