Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ya Ampun... 60 Ton Bahan Peledak Diselundupkan ke Indonesia

Kompas.com - 17/03/2010, 17:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bahan peledak berupa amonium nitrat seberat 60 ton ditemukan akan diselundupkan ke wilayah pabean Indonesia. Beruntung, aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menghalanginya dan langsung menyita barang yang tergolong berbahaya ini.

Menurut Kepala Humas Ditjen Bea dan Cukai Evi Suhartantyo di Jakarta, Rabu (17/3/2010), barang ilegal tersebut ditemukan akan memasuki kawasan Indonesia melalui Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau. Kapal yang mengangkut bahan peledak tersebut diketahui berasal dari Malaysia pada 16 Maret 2010 dini hari.

Bahan peledak yang diangkut Kapal Pratama Jaya (berbendera Indonesia) tersebut dikemas dalam 2.400 kantung berkapasitas 25 kilogram. Pada saat itu terdapat 14 anak buah kapal (ABK) dan nakhoda bernama Syukur yang diamankan. Mereka berniat memasukkan bahan peledak tersebut ke Ambon, Maluku, dan Kendari, Sulawesi Tenggara. "Bersama dengan kapal tersebut, ada 500 balpres (kantong berisi pakaian bekas) yang juga kami sita," ungkap Evi.

Selain kerugian negara senilai Rp 3 miliar, Indonesia akan merugi dari sisi pertahanan dan keamanan jika barang berbahaya itu digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Potensi kerugian negara itu sudah termasuk penyelundupan 1.500 balpres pakaian bekas pada hari yang sama.

Pada 19 Oktober 2009, otoritas Filipina menyita lebih dari enam ton bahan kimia yang biasa dipakai untuk membuat bom dari bahan amonium nitrat. Bahan kimia itu diyakini berasal dari Malaysia. Bahan-bahan kimia yang ditemukan itu antara lain amonium nitrat, yang terdapat dalam 242 sak, yang masing-masing berukuran 25 kg. (Kompas, 20/10/2009).

Sementara itu, Indonesia berpotensi menjadi pengekspor amonium nitrat untuk bahan baku peledak mulai tahun 2011. Saat ini ada dua pabrik amonium nitrat di Bontang yang mulai dibangun. Kerja sama pembangunan pabrik amonium nitrat berkapasitas 300.000 ton per tahun antara PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) dan PT Rekayasa Industri juga sudah dilakukan pada 3 Juni 2009. (Kompas, 4/6/2010).

Selama ini, Indonesia bergantung pada impor amonium nitrat. Dari kebutuhan sebanyak 400.000 ton amonium nitrat per tahun, impornya mencapai 350.000 ton per tahun. Padahal, peningkatan konsumsi amonium nitrat domestik di dalam negeri mencapai 10 persen per tahun. Oleh karena itu, penambahan kapasitas pabrik amonium di dalam negeri sangat strategis.

Jika pabrik itu bisa beroperasi sesuai jadwal pada 2011, maka Indonesia tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan amonium nitrat di dalam negeri, tetapi juga bisa mengekspor. Amonium nitrat merupakan bahan baku peledak yang bisa digunakan secara komersial untuk industri pertambangan dan keperluan pertahanan.

Satu pabrik amonium nitrat membutuhkan investasi 173 juta dollar AS. Bahan bakunya yang berupa amonia dipasok dari PT Pupuk Kaltim. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com