Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perginya Penopang Hidup Kami...

Kompas.com - 24/08/2012, 14:10 WIB

Sugiyono adalah satu dari sekian banyak pemuda dari Baturetno yang merantau karena keterbatasan desa memenuhi tuntutan ekonomi mereka. Dengan bekal keterampilan seadanya, mereka berjibaku di kota, seperti yang dilakukan Sugiyono yang harus berpindah-pindah pekerjaan kasar. Namun, kini Sugiyono telah tiada. Kerja kerasnya di Jakarta seperti sia-sia.

Malam takbiran

Sementara bagi Slamet Budiono, meskipun selamat, ia kehilangan istri, dua anak, cucu, menantu, serta saudara iparnya.

Mereka semula hendak mudik ke Sragen, kampung halaman Surani, istri Slamet. Namun, musibah menghadang. Hanya Slamet dan anak ketiganya yang selamat dalam kecelakaan ini meskipun mengalami luka parah, patah tulang di tangan dan kaki.

Para korban meninggal dimakamkan saat malam takbiran, waktu di mana seharusnya mereka bisa bertemu keluarga di kampung halaman.

Namun, kecelakaan merenggut niat baik para korban yang hendak bersilaturahim dan merayakan kebersamaan Lebaran bersama keluarga mereka.

Tewas pulang mudik

Duka juga dialami Susan (28), warga Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Matanya masih merah dan sembab saat ditemui Kompas di rumah kontrakannya, Kamis. Semalaman ia membayangkan kenangan ayah angkatnya, Kasnan (57), semasa hidupnya.

Sehari sebelumnya, Kasnan tewas

ditabrak sebuah mobil sedan sesaat turun dari bus antarkota yang membawanya pulang mudik dari Brebes, Jawa Tengah. Ia tewas di dekat rumah kontrakannya, Rabu (22/8) pukul 14.30.

Tubuhnya terjepit di antara mobil dan tiang listrik sehingga menderita luka dalam di bagian kepala dan sekitar selangkangan.

Meskipun sudah dilarikan ke rumah sakit, nyawanya tetap tak tertolong. Kasnan kemudian dimakamkan di tempat kelahirannya di Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada Kamis pagi.

”Kontrakan ini terlalu banyak kenangannya. Kami sekeluarga mau pindah,” ujar Susan. Rumah kontrakan Kasnan baru sebulan disewa di Pondok Pinang.

Lebaran sebenarnya menjadi kesempatan siapa pun yang merayakannya untuk menyambung keterpisahan. Sayangnya, perjalanan mudik sering kali harus dibayar dengan harga sangat mahal. Tak hanya tenaga dan uang, tetapi juga nyawa. Siapa yang salah. (EKI/ILO/APA/HAN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com