JAKARTA, KOMPAS -
”Penertiban ini dilakukan agar stasiun bersih dan nyaman bagi calon penumpang. Lagi pula kontrak resmi pedagang dengan PT KAI Daop I sudah habis pada 20 Mei 2013,” kata Kepala Humas Daop I Sukendar Mulya.
Sukendar mengatakan, Stasiun Juanda menjadi salah satu stasiun dari 63 stasiun se-Jabodetabek yang mengalami penertiban. ”Stasiun Juanda adalah stasiun ke-51 yang menjalani penertiban. Penertiban berjalan dengan kondusif karena pedagang cukup kooperatif. Mereka membongkar sendiri lapak dan kiosnya,” ujar Sukendar.
Kepala Polisi Sektor Gambir Ajun Komisaris Besar Tatan Dirsan juga mengatakan hal yang sama. ”Penertiban berlangsung aman dan terkendali. Semua saling mengerti,” kata Tatan.
Sebagai antisipasi hal-hal yang tak diinginkan, kata Tatan, disiapkan 240 personel petugas keamanan gabungan dari TNI dan Polri.
Sebelum ditertibkan, pedagang menempati teras di dekat tangga menuju pintu masuk utama stasiun. Lapak dan kios itu sebagian terbuat dari tiang besi dan sebagian hanya menggunakan meja kayu besar.
Besi, sejumlah meja, dan gerobak milik pedagang sudah disingkirkan dari area stasiun dan diletakkan di tepi jalan. Barang itu beserta sejumlah perlengkapan tidur dan pakaian dipindahkan sendiri oleh para pedagang.
Iwan (42), penjual mi ayam asal Semarang, mengatakan, para pedagang sudah diimbau untuk pindah dari stasiun sejak April lalu. Ia beserta istri dan keenam anaknya berencana mengontrak rumah di daerah Depok. ”Saya sudah dua tahun tinggal di Stasiun Juanda. Kini, kami diminta pindah. Sebenarnya berat, tetapi mau bagaimana lagi,” kata Iwan yang masih kelelahan memindahkan barang-barangnya.
Rambu Base (43), asal Nusa Tenggara Timur, pun mengalami hal serupa. Base yang sehari-hari bekerja serabutan, seperti mencuci baju atau memijat, tinggal di stasiun itu bersama ketiga anaknya. ”Saya hampir sepuluh tahun tinggal di stasiun. Nanti kami akan cari kontrakan di daerah Kemayoran,” ujar Base yang suaminya meninggal setahun lalu.
Sementara itu, masih ada tiga pedagang yang bertahan di trotoar stasiun. Mereka bertahan di sana karena masih kebingungan mau pindah ke mana, salah satunya Darsa (53). ”Setelah digusur, saya masih bingung mau ke mana. Sudah 20 tahun saya berjualan di sini,” ujar Darsa yang menjual makanan dan minuman.