Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi, Penataan PKL Tanah Abang Baru Halaman Pertama...

Kompas.com - 13/08/2013, 14:05 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Langkah awal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penataan dengan menertibkan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan menggunakan bahu jalan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, berjalan mulus. Namun, hal tersebut dinilai baru halaman pertama dari program penertiban PKL.

Pengamat perkotaan, Yayat Supriatna, menyatakan Pemprov DKI Jakarta perlu mempertegas apakah hanya penataan PKL yang merupakan tujuan akhir mereka. Menurutnya, upaya merelokasi pedagang masuk dalam lokasi Blok G bukan berarti selesai sudah semua masalah. Upaya tersebut baru menyelesaikan satu dari beberapa persoalan yang ada di Pasar Tanah Abang.

"Ini baru awal. Jadi, ini baru halaman pertama. Kita harus melihat perkembangan lebih lanjut ke depan di sana bagaimana karena ini masih dalam proses," kata pengajar dari Universitas Trisakti ini saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/8/2013).

Menurut Yayat, masalah yang terjadi di Pasar Tanah Abang tidak hanya tentang bagaimana menata PKL. Masalah lain, seperti adanya lokasi bongkar muat ekspedisi, kebutuhan akan halaman parkir, sebagian PKL yang belum tertampung di Blok G, sampai dengan perilaku pembeli yang terbiasa berbelanja di luar pasar, perlu dicarikan solusinya.

"Masalah pembeli, yang harus berubah kan bukan cuma PKL, tetapi pembeli juga harus berubah. Apakah mau untuk belanja ke Blok G? Kalau pembeli praktiknya tidak mau membeli ke Blog G, ya sama saja," ujar Yayat.

Jika pembeli tak mau berbelanja masuk di dalam Blok G, lanjut Yayat, tentu upaya memindahkan pedagang ke dalam pasar akan menjadi sia-sia. Sebab, hal itu hanya akan memunculkan pedagang baru yang berjualan kembali di luar pasar.

Untuk itu, Yayat mengatakan perlunya juga melakukan pembinaan kepada pembeli agar mereka mau membeli di dalam pasar. Dia pun memberikan tips jurus marketing agar pembeli mau masuk ke dalam pasar.

"Pertama jurus marketing dengan harga sewa murah, tempat nyaman, dan retribusi lebih murah. Tentunya barang yang dijual oleh pedagang akan menjadi murah dan pembeli akan ke atas pasar. Makanya, pengelola pasar juga harus cermat," ujarnya.

Pertumbuhan PKL Jakarta tinggi

Yayat menilai, pertumbuhan PKL di Jakarta tetap akan tinggi ke depannya. Pasalnya, dalam perkiraannya, saat ini, hanya 25 persen warga Jakarta yang terjun di sektor formal, seperti bekerja di perkantoran, sedangkan sisanya 75 persen masih di sektor informal dengan berbagai profesi.

Ia mengatakan, tentunya PKL yang masuk dalam sektor informal memungkinkan pertumbuhan yang tetap tinggi ke depannya. Sementara upaya penertiban yang dilakukan melalui petugas seperti Satpol PP akan diuji ke depannya dengan hal ini.

"Ini akan dilihat satu dua bulan ke depannya karena sekarang ini masih sepi Lebaran. Antara petugas dan PKL ini seperti lagu dangdut, antara tahan mana dan mana tahan. Jadi, PKL bertahan untuk usaha hidupnya, sementara petugas mana tahan untuk berdiri terus," tandas Yayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

Megapolitan
Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Megapolitan
Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Megapolitan
Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Megapolitan
Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Megapolitan
Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Megapolitan
PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com