JAKARTA, KOMPAS.com
 
—  Rencana pengosongan kawasan Waduk Ria Rio, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, masih menghadapi kendala. Warga yang menggarap lahan waduk sebagai tempat tinggal tetap menolak kompensasi Rp 1 juta per keluarga.

Padahal, setidaknya 350 keluarga yang menempati lahan waduk itu harus membongkar rumah mereka pada akhir Agustus sampai awal September. Mereka tinggal di RT 006 dan RT 007 di RW 015, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.

Menurut Sekretaris RT 007 Muhamad, warga menolak kompensasi Rp 1 juta karena kompensasi itu dinilai tak sebanding dengan nilai bangunan rumah mereka. Apalagi, ada warga yang baru merenovasi rumahnya yang terbakar beberapa bulan lalu.

"Sudah tahu mau menertibkan, mengapa tidak bilang dari awal. Warga yang rumahnya hangus akibat kebakaran beberapa bulan lalu telanjur mengeluarkan biaya tak sedikit untuk merenovasi rumahnya," kata Muhamad di Jakarta, Selasa (20/8).

Rini (48), salah satu warga, mengaku mengeluarkan biaya lebih dari Rp 10 juta untuk merenovasi rumahnya yang terbakar. "Kalau cuma Rp 1 juta, saya mau tinggal di mana," kata ibu lima anak yang bekerja sebagai buruh cuci itu.

Sesuai rencana, Waduk Ria Rio akan dikembangkan pemilik area waduk, PT Pulomas Jaya, sebagai kawasan pengendali banjir dan ruang terbuka hijau. Waduk seluas 7 hektar itu akan dioptimalkan sebagai muara sejumlah saluran air di kawasan Pulomas, yang kemudian airnya dipompa ke Kali Sunter. Sementara area daratan di sekitar waduk yang mencapai lebih dari 13 hektar, ditambah 5 hektar lahan yang masih dalam proses pembebasan lahan, akan menjadi ruang terbuka hijau.

Sekretaris PT Pulomas Jaya Nastasya Yulius mengatakan, pengosongan area waduk tetap dilaksanakan. PT Pulomas Jaya juga telah memutuskan bahwa biaya kompensasi bagi warga yang menggarap lahan waduk sebesar Rp 1 juta per keluarga.

Menurut Nastasya, uang kompensasi sebesar itu dapat digunakan warga untuk mengontrak rumah dan biaya pindah rumah. Namun, dia mengaku, pendistribusian dana kompensasi itu masih menunggu keputusan Pemkot Jakarta Timur.

Camat Pulogadung Teguh Hendarwan mengatakan, sampai saat ini Pemkot Jakarta Timur telah berupaya mencarikan tempat tinggal bagi warga Waduk Ria Rio, yaitu di sejumlah rumah susun sewa di Jakarta Timur.

Teguh menyebutkan, rusun sewa yang siap menampung warga waduk itu tersebar di Pulogebang dan Cipinang Besar Selatan. Namun, dia mengakui, unit hunian di dua lokasi rusun sewa itu umumnya telah dihuni sehingga hanya tersedia 150 unit.

"Makanya, baru 150 keluarga yang dapat ditampung di rusun sewa untuk saat ini," katanya.

Sisanya, kata Teguh, akan direlokasi ke rusun sewa di Jalan Pinus, Cakung. Namun, karena dua blok rusun di kawasan Cakung itu masih direnovasi, 200 keluarga harus menunggu sampai renovasi selesai sekitar dua bulan ke depan.

Sementara itu, Teguh mengaku belum mengetahui pasti batas akhir pengosongan area waduk. "Ini masih dibahas di tingkat Pemkot Jakarta Timur. Namun, yang pasti, awal September area itu harus kosong," katanya.

Pengendali banjir

Ketua Jurusan Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara Suryono Herlambang mengatakan, sudah lama fungsi waduk di Jakarta sebagai pengendali banjir tidak diurus.

"Waduk Ria Rio sangat penting untuk pengendali banjir di wilayah timur Jakarta. Di setiap wilayah ada konsep polder, seperti Sunter, Pluit, Grogol, dan Waduk Melati, tetapi tidak terurus," katanya.

Revitalisasi Waduk Ria Rio menjadi salah satu upaya mengatur area biru Jakarta. Selain itu, revitalisasi waduk juga memberi alternatif ruang terbuka bagi publik.

Menurut Suryono, revitalisasi Waduk Ria Rio menjadi menarik dalam konsep urban design karena terletak tidak jauh dari ruang publik lain, seperti pacuan kuda di Pulomas dan velodrom di Rawamangun. "Selanjutnya, Pemprov DKI perlu mendesain ruang publik itu menjadi satu konsep terintegrasi sehingga ada koneksi antara jalur sepeda, jalur pejalan kaki, area hijau, dan taman," ujarnya.

Soal rencana Pemprov DKI Jakarta membangun area komersial di sekitar Waduk Ria Rio, Suryono menilai tidak masalah selama tepian waduk tetap difungsikan sebagai area terbuka. Selama ini, publik sering menolak revitalisasi karena area tak layak huni berubah menjadi pusat perbelanjaan semata.

Suryono mencontohkan Waduk Melati di Tanah Abang atau Waduk Sunter yang sama sekali tidak terintegrasi dengan lingkungan sekitar. Di sekeliling waduk banyak bangunan megah dan modern, tetapi waduk tidak terurus, kumuh, dan jorok.

Dengan pengalaman revitalisasi Waduk Pluit, warga pada akhirnya bisa menerima, bahkan menikmati, ruang publik baru yang nyaman dan gratis. Revitalisasi waduk-waduk yang ada di Jakarta pun diharapkan berjalan demikian.

"Yang terpenting waduk kembali ke fungsi semula. Area publik dan area komersial di sekitarnya menjadi bonus bagi warga dan Pemprov DKI Jakarta," kata Suryono.

Terkait penataan Waduk Ria Rio, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, proses masih berjalan. Dia menekankan, tidak ada lagi uang ganti rugi bagi warga yang tergusur proyek penataan waduk.

"Selama rusun belum siap, kami mungkin akan beri uang sewa rumah sementara. Sambil waduk diperbaiki, dalam dua bulan 400 unit selesai, warga bisa tempati," kata Basuki.

Menurut Basuki, memberikan uang ganti rugi kepada warga yang tinggal di lahan ilegal hanya akan melanggengkan praktik jual beli di tempat itu. Pemprov DKI Jakarta berkewajiban menghentikan praktik jual beli di atas tanah negara. "Mereka tidak hanya bisa dijerat perda ketertiban umum, tetapi juga penggelapan pajak. Uang yang kami bayarkan pun uang milik negara. Jadi, kami tidak mau lagi memberi uang ganti rugi," ujarnya. (MDN/FRO)