Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Si Bodoh Besar, Ahok Center, dan Sampul Lecek

Kompas.com - 23/08/2013, 13:01 WIB
Tjatur Wiharyo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — "Si Bodoh Besar dari Owari". Julukan itu melekat pada salah satu tokoh paling kontroversial, tetapi juga paling menentukan di Jepang, Oda Nobunaga (1534-1582).

Nobunaga adalah anak penguasa Provinsi Owari, Oda Nobuhide (1508-1549), sekaligus pewaris klan Oda. Namun, perilaku dan cara berpikir Nobunaga tak menunjukkan bahwa ia adalah pewaris klan.

Soal penampilan, misalnya, Nobunaga suka melepas bagian dalam kimononya sehingga kedua bahunya terlihat telanjang. Dia pun menguncir rambut dengan cara mengikat rambut bagian tengah atas kepala, berdiri tegak, seperti cara mengikat rambut rakyat biasa.

Nobunaga juga suka menghiasi pinggangnya dengan kantong-kantong berisi nasi kepal dan batu api, hal yang tak lazim bagi bangsawan. Ia suka bermain dengan anak-anak yang dianggap nakal di wilayahnya pada umur 15 tahun.

Soal gaya bicara, Nobunaga pun kerap jadi olok-olokan dan bahan tertawaan karena cara bicara yang terbuka dan apa adanya. Ayahnya yang jelas-jelas penguasa klan, dia panggil hanya dengan "Nobuhide".

Karena semua kelakuan dan gaya "nyentrik" itu, Nobunaga pernah akan disingkirkan anggota klan Oda dengan target pewaris klan beralih ke Kanjuro Nobuyuki. Mereka berpendapat klan akan hancur bila dipimpin Nobunaga.

Namun, ada Hirata Masahide. Dia adalah satu dari sedikit orang yang paling sabar menghadapi Nobunaga. Orang yang dipercaya Nobuhide mengasuh Nobunaga ini sangat menyayangi Nobunaga karena melihat di balik semua ketidaklaziman perilaku itu ada keistimewaan yang dimiliki Nobunaga.

Selain Masahide, orang yang bisa meraba keistimewaan Nobunaga adalah Noh, perempuan yang dijodohkan menjadi istri Nobunaga, lalu ada juga mertuanya, Saito Dosan (1494-1556).

Sebelum jadi mertua Nobunaga, Dosan pernah berpikir hendak membunuh Nobunaga untuk merebut Owari. Namun, pada akhirnya, Dosan justru rela berperang melawan anaknya sendiri, Saito Yoshitatsu, untuk menyelamatkan Nobunaga. Noh yang semula merasa jauh lebih cerdas daripada Nobunaga pada akhirnya menjadi pengagum nomor satu Nobunaga.

Sejarah Jepang mencatat, penilaian Masahide, Noh, dan Dosan tentang Nobunaga terbukti tidak meleset. Di balik sikap tak jamak, kasar, dan angkuh, Nobunaga punya pandangan tajam dan jauh ke depan.

Basuki Tjahaja Purnama

Hari-hari ini, sosok Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengundang sorotan serupa seperti yang pernah diterima Nobunaga. Banyak orang mengangkat alis, mengernyitkan dahi, menghela napas, bahkan menggeleng-gelengkan kepala karena sikap dan tutur katanya yang lugas dan apa adanya berbeda dari rata-rata pejabat maupun pemimpin di negeri ini.

Basuki pun menjadi fokus kecaman ketika bersikap keras terhadap pedagang kaki lima serta warga bantaran waduk dan sungai. Dia juga bersikap skeptis terhadap jajaran birokrasi "warisan" pemerintahan periode sebelumnya setelah menemukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rusun Marunda tak jujur dalam bekerja.

Tanda tanya besar pun dilayangkan kepada Basuki ketika tiba-tiba muncul Ahok Center yang dituding berkolusi menggunakan nama Ahok untuk menggarap proyek DKI Jakarta. Cerita latar kehadiran lembaga ini baru muncul belakangan.

Tak banyak orang tahu bahwa kehadiran Ahok Center terkait dengan persoalan di Rusun Marunda. Setelah menemukan ketidakjujuran oknum birokrasi menangani rusun tersebut, Basuki menugaskan Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Utara Ika Lestari Adji untuk menyalurkan bantuan dari perusahaan (corporate social responsibility/ CSR) ke Rusun Marunda.

Karena kekurangan orang, Basuki meminta seorang akuntan membantu memeriksa unit-unit rusun. Akuntan ini kemudian meminta bantuan sejumlah relawan, dan relawan inilah yang menjadi cikal bakal Ahok Center.

Menjadi lucu ketika Ahok Center dipermasalahkan karena sejarahnya, sementara pekerjaan penyaluran CSR sejauh ini terbukti lancar saat birokrasi "warisan" rezim sebelumnya jelas-jelas ketahuan tak jujur.

Soal stigma

Kembali ke kisah Nobunaga. Jauh hari baru bisa dipahami, Nobunaga memilih bermain dengan anak-anak yang dicap nakal di wilayahnya karena dia melihat orang-orang kepercayaan Nobuhide tak setia bahkan berencana menjegal hak warisnya. Dari "anak-anak nakal" itu, Nobunaga memilih beberapa orang yang terbukti bisa dipercaya, salah satunya Maeda Inuchiyo.

Nobunaga selalu mengantongi batu api ke mana pun dia pergi, ternyata adalah bagian dari percobaan membawa peluru dan mesiu. Setelah Nobuhide mangkat, dia menggiatkan pandai besi untuk membuat senapan dan menyusun mekanisme tempur untuk pasukan bersenapan dengan bermodal pengalaman uji coba itu. Semua dilakukan saat orang-orang lain hanya sibuk menertawakan, mencemooh, bahkan berencana menelikungnya.

Setelah Dosan meninggal dalam perang melawan Yoshitatsu, Nobunaga menempati kastel Kiyosu. Lagi-lagi dia menunjukkan gaya dan kebijakan berbeda dengan kelaziman. Penguasa kastel lain memungut pajak pada orang lewat, Nobunaga justru meniadakan pungutan untuk siapa pun yang melintas dan berlindung di kastil Kiyosu.

Hasilnya, Kiyosu jadi tujuan orang dari segala penjuru. Ekonomi dan budaya Kiyosu pun maju pesat karenanya. Kebijakan Nobunaga membuat Kiyosu memiliki tukang senapan, pembuat sarung pedang, dan pembuat baju zirah besi, barang-barang penting pada eranya yang tak terpikir oleh penguasa lain saat itu.

Dari sejumlah keistimewaan Nobunaga, yang terbesar barangkali adalah kemampuannya menilai kualitas orang. Setidaknya, itu tampak ketika ia mencegah Nobuhide membunuh Matsudaira Takechiyo (1543-1616) dan merekrut Kinoshita Tokichiro (1536-1598).

Tokichiro akan melanjutkan perjuangan Nobunaga menyatukan Jepang dan dikenal sebagai Taiko bernama Toyotomi Hideyoshi, sementara Takechiyo menjadi penguasa Jepang dan dikenal dengan nama Tokugawa Ieyasu.

Biar waktu bicara

Basuki memang bukan Nobunaga dan sejarahnya pun belum selesai. Namun, lucu bila penyaluran CSR hanya mempersoalkan keterlibatan Ahok Center, tak obyektif melihat ketidakberdayaan birokrasi menggarapnya dengan benar.

Menjadi lucu pula bila penataan PKL dan permukiman di bantaran hanya mengolok-olok "gaya preman" Basuki saat bicara, tetapi tak ada yang mencermati sebuah sitstem sedang diletakkan pada fondasi awalnya.

Nobunaga mungkin tak akan pernah menyatukan Owari kalau saja tetap memakai orang-orang lama yang dulu dipercayai Nobuhide. Demikian pula Basuki dengan gayanya bisa jadi tak akan bisa bekerja dengan orang-orang warisan birokrasi sebelumnya, yang belum-belum sudah sibuk mencibirkan bibir daripada mencoba mengikuti arah langkah pimpinan barunya.

"Kesulitan utama memang adalah membenahi sistem dan itu sudah berjalan," aku Basuki dalam sebuah kesempatan. Bukan berarti pula, kata dia, sistem perekrutan yang dia pakai bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengabaikan begitu saja soal jenjang karier para pegawai negeri di wilayahnya.

"Betul ICW bilang. Kesulitan utama itu bagaimana sistem jalan, bukan (hanya jalan) karena ada Pak Jokowi dan saya kan. Karena itu, kita mau bikin seleksi promosi terbuka lagi.  Nah, sistemnya harus kami bikin. Kami pengen yang (pakai) semacam karya tulis itu loh. Jadi, passion-nya (kelihatan) ke mana. Itu yang kami pengen tahu," ujarnya.

Namun, sementara sistem diperbaiki, pembangunan tak boleh berhenti. Selama itu pula, peran pihak ketiga tidak bisa diprotes, kecuali jika memang terjadi pelanggaran, misalnya korupsi. Ini hanya soal waktu untuk membuktikan keberhasilan maupun kegagalan apa pun sistem yang sedang ingin diwujudkan kepemimpinan Jakarta pada hari ini.

Basuki dan Nobunaga adalah contoh buku dengan sampul tak menarik. Karena sudah tiada, "isi buku" Nobunaga sudah bisa ditakar. Untuk Basuki, tak adil menilainya sekarang karena ia dan Jokowi belum setahun menjabat.

"Si Bodoh dari Owari" terbukti tak sebodoh yang orang kira. Jangan sampai Basuki salah dinilai hanya karena sikapnya tak biasa dan berbeda dengan yang pernah ada. Biar sejarah yang nanti mencatat hasil akhir perjalanan kelugasan dan gaya tak lazim Basuki. Lagi pula, bukankah saat terbaik mendapatkan teman sejati adalah pada saat-saat terburuk?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Megapolitan
Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Megapolitan
Dishub DKI Jakarta Janji Tindak Juru Parkir Liar di Minimarket

Dishub DKI Jakarta Janji Tindak Juru Parkir Liar di Minimarket

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com