Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berbayar di Jakarta Bisa Dipercepat

Kompas.com - 26/09/2013, 09:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi melalui jalan berbayar elektronik (ERP) bisa dipercepat. Percepatan dilakukan dengan mencukupi kebutuhan angkutan massal, menyiapkan regulasinya, dan menyosialisasikannya kepada masyarakat. Butuh kerja keras dan dukungan pemangku kepentingan guna mewujudkan rencana itu.

"Landasan hukum dari pemerintah pusat sudah ada sejak akhir 2012. Aturan ini yang sebelumnya menjadi alasan molornya penerapan ERP di Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI perlu segera menyiapkan perda yang mengatur hal itu," kata Direktur Eksekutif Institute for Transportation and Development Policy Yoga Adiwinarto, Rabu (25/9), di Jakarta.

Landasan hukum yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing. Selain mengatur retribusi, ketentuan ini juga mengatur kriteria jalan yang bisa menjadi tempat pemberlakuan ERP. "Di kawasan pusat kota, banyak jalan yang memenuhi syarat diberlakukannya ERP," kata Yoga.

Namun, sebelum penerapan ERP, menurut Yoga, sebaiknya Pemprov DKI memperbaiki sistem angkutan umum. Tidak hanya mengganti armada yang sudah tidak laik jalan, tetapi juga memenuhi kekurangan akan bus. Sebab, mobilitas angkutan pribadi ditekan. Paling tidak Jakarta masih membutuhkan 10.000 angkutan umum baru.

Sejak rencana ini muncul tahun 2007, Pemprov DKI telah menyiapkan sejumlah langkah. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan, saat ini kajian tentang legalitas ERP sedang dirampungkan. Legalitas ini menyangkut sistem pembayaran, pengelolaan keuangan, dan bentuk lembaga pengelola.

"Konsepnya, uang dari ERP akan dikembalikan untuk kepentingan transportasi. Dana yang masuk dari ERP cepat dikelola, tetapi juga bisa cepat digunakan," katanya.

Matangkan konsep

Salah satu skenario awal, ERP akan diberlakukan dari Blok M ke Stasiun Kota, Jalan Gatot Subroto-Senayan, dan Jalan HR Rasuna Said-Tendean. Adapun tarifnya Rp 6.579 sampai Rp 21.072 per kendaraan. Namun, menurut Pristono, konsep ini sedang diperbaiki dan dimatangkan kembali.

"Desain konsep juga masih mengkaji program serupa yang sudah diterapkan di Singapura, London, dan Stockholm. Akan kami lihat konsep mana yang lebih cocok diterapkan atau perlu digabungkan semua konsep itu," katanya.

Gubernur Joko Widodo mengatakan, saat ini ERP belum bisa diterapkan dalam waktu dekat karena transportasi massal belum siap. Selain itu, Pemprov DKI juga sedang menunggu formula hukum yang tepat. "Ini perlu waktu," katanya.

Ketua Komisi B (Bidang Perhubungan) DKI Jakarta Selamat Nurdin mengatakan, Pemprov DKI harus segera merancang program konkret untuk menyambut banjir mobil murah. "Pemerintah pusat dengan program mobil murah tampak tidak sungguh-sungguh dalam menolong mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Saya mengajak Pak Jokowi untuk segera mengajukan program konkret. Dewan pasti mendukung," katanya.

Salah satu langkah yang harus segera diambil, menurut Selamat, adalah mempersiapkan secara matang pemberlakuan sistem ERP. Selama ini semua masih serba rencana dan wacana. Sistem, alat, dan operasional belum dibahas bersama antara Pemprov DKI Jakarta dan DPRD. "Model organisasi, model finansial, dan model operasional ERP akan seperti apa, belum ada pembahasan detail. Membuat perda itu mudah. Persoalannya setelah perda diketok palu, apakah ERP bisa langsung diterapkan?" katanya.

Persoalan lain terkait kesesuaian data kendaraan antara Polda Metro Jaya dan Dinas Pajak DKI Jakarta. Kendaraan yang melintas di Jakarta bukan hanya kendaraan domisili Jakarta, melainkan juga dari daerah lain, seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi. Harus ada kesamaan data kendaraan antarinstansi.

Langkah lain, lanjut Selamat, adalah menaikkan pajak kendaraan bagi mobil murah tersebut. "Orang bisa beli mobil murah, tetapi pajaknya harus tinggi. Jadi, tetap fair," katanya. (FRO/NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com