Ujung kerja sama yang tidak kompak tersebut, kata Isnawa, karena persoalan uang. Sementara mereka mengemban tugas yang harus konsisten menjaga agar PKL tetap tertib berdagang.
Penertiban tanpa diikuti penjagaan terus-menerus oleh satpol PP selama minimal enam bulan tidak akan membuat PKL kapok. Mereka berpotensi kembali lagi ke trotoar atau jalan untuk berjualan.
Walaupun belum sempurna, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta mengapresiasi terobosan yang dilakukan Jokowi-Basuki dalam satu tahun terakhir. "Ada niat memperlakukan PKL secara benar. Memang selalu ada resistensi, tetapi sejauh perlakuannya benar, tidak masalah," kata Tutum.
Persoalannya saat ini, visi Gubernur dan Wakil Gubernur harus diikuti pejabat di bawahnya. Dengan demikian, penanganan PKL bisa sejalan dengan konsep yang dikembangkan. Penanganan PKL sudah dicontohkan di Tanah Abang, Pasar Minggu, dan Jatinegara.
Seharusnya pejabat di wilayah administratif dan suku dinas bisa meniru pola yang sama. Namun, hal ini belum banyak dilakukan. Penanganan PKL lebih banyak menggantungkan kontrol langsung Jokowi. Puluhan kali dalam setahun terakhir, Jokowi mendatangi lokasi penataan PKL di Tanah Abang dan Pasar Minggu.
"Pejabat di bawahnya harus membantu mengontrol, tidak bisa hanya mengandalkan pimpinannya," kata Tutum.
(AGNES RITA SULISTYAWATI/NELI TRIANA/WINDORO ADI/ANDY RIZA HIDAYAT/MADINA NUSRAT)