Biti Singkuh merupakan ritual penghormatan anggota keluarga pada orangtua mereka. Hal tersebut, termasuk dengan cara mendatangi makam leluhur mereka yang juga berada di areal sekitar Gereja Tugu, Semper Timur Cilincing, Jakarta Utara.
"Setelah melakukan ibadah pada malam Natal, biasanya para orang Tugu akan datang ke pemakaman. Mereka datang membawa lilin atau bunga menyambangi makam leluhurnya," ujar Alfondo Andries, Ketua Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT), beberapa waktu lalu.
Setelah mengunjungi makam, orang-orang Tugu akan pulang ke rumah dan berkumpul dengan keluarganya. Biasanya, momen tersebut juga akan digunakan generasi muda untuk meminta maaf kepada orangtua dan memang merupakan tradisi dari nenek moyang orang Tugu.
Keberadaan komunitas tugu saat ini sudah mencapai generasi ke-7 sampai ke-9. Mereka menetap di sana dimerdekakan oleh VOC pada 1661, dan diberi lahan di sebelah tenggara Batavia. Lokasi tersebut, hingga kini dikenal dengan nama "Toegoe" atau Tugu.
Saat itu, sekitar 150 orang dibuang ke wilayah yang saat itu konturnya merupakan rawa-rawa. Franky Abrahams (63), generasi ke-7 orang Tugu, mengatakan, dari jumlah tersebut, mereka terus beranak pinak hingga sekarang.
Dalam perjalanannya, jumlah anggota keluarga mereka alami pasang surut. Seperti halnya pada tahun 1700, banyak di antara mereka yang meninggal akibat wabah besar penyakit influenza.
"Awalnya, para pendahulu kita memakamkan anggota keluarganya di halaman rumah. Namun, karena semakin banyak yang meninggal, maka diputuskan untuk menyatukan makam di sebelah gereja karena saat itu luasnya mencapai empat hektar," ujarnya.
Hingga kini, para keturuan orang Tugu yang asalnya dari 7 Fam seperti, Abrahams, Michiels, Cornelis, Andries, Quicko, Simons dan Salomons, telah berasimilasi, menikah dengan penduduk lokal. Di sekitar lokasi Gereja Tugu, terdapat sebanyak 30 KK yang merupakan orang Tugu.
Secara keseluruhan, yang tercatat dalam IKBT, ada sekitar 150 KK yang aktif sebagai bagian komunitas Tugu. Kebanyakan dari mereka, bila menikah dengan yang bukan keturunan Tugu, akan pindah tempat tinggal.
Franky berharap, walaupun tinggal jauh dari pemukiman leluhurnya, mereka tidak melupakan tradisi. Karena, menurutnya, saat ini banyak di antara generasi muda orang Tugu yang mulai melupakan tradisi mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.