Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Jasa Telepon Umum...

Kompas.com - 05/01/2014, 09:51 WIB

”Saya pernah kehabisan baterai dan harus kasih kabar orang rumah. Cari-cari telepon umum enggak ada yang bisa. Kalau seperti itu, kerasa banget telepon umum masih sangat dibutuhkan. Harusnya masih tetap ada, ya,” ujar Florentina, karyawan sebuah bank swasta di Jakarta.

Benda koleksi

Telepon umum yang pernah berjaya itu kini menjadi benda sejarah. Kartu telepon menjadi koleksi langka. Banyak orang yang memburunya untuk melengkapi seri tertentu, terutama kartu edisi terbatas. Harga kartu telepon pun melonjak. Satu kartu limited edition ditawarkan Rp 500.000 hingga Rp 1 juta.

Olga Lydia, misalnya, mengumpulkan kartu telepon yang pernah ia gunakan. Biasanya, kartu telepon dibuat berseri dan dengan edisi yang terbatas. Ada juga fungsi edukasi dan kandungan nilai sejarah di dalamnya. Sejumlah koleksi masuk edisi terbatas, misalnya Air Show 1996 yang menggambarkan seri pesawat terbang Indonesia.

”Awalnya, saya hanya berpikir sayang kalau kartu telepon yang sudah habis pulsanya dibuang begitu saja. Akhirnya, setiap kartu yang pulsanya nol saya koleksi, terus tukar-menukar sama teman kuliah,” ujarnya.

Olga yang mengoleksi kartu telepon sejak kuliah juga memiliki kartu telepon edisi terbatas dari Australia, Thailand, dan Singapura. Selain berburu sendiri, ia juga titip kepada teman yang ke luar negeri agar membawakan kartu telepon. ”Semua istimewa,” ujarnya.

Selain Olga, Irmawan, warga Denpasar, Bali, juga mengoleksi kartu telepon. Bahkan, ia memasarkan koleksinya melalui situs jual beli di internet. Ada sekitar 80 kartu telepon yang ia kumpulkan pada saat bekerja di Singapura pada tahun 1996.

Menurut sejarawan Universitas Indonesia, JJ Rizal, telepon umum merupakan artefak sejarah, simbol modernitas, simbol kota. Ia memaparkan, Raden Ajeng Kartini dalam surat-suratnya menggambarkan zaman baru diwarnai modernitas yang ditandai dengan perkembangan kereta api, jaringan jalan yang luas, telepon, dan telegraf.

Simbol modernitas, termasuk telepon, semasa penjajahan Belanda kebanyakan menjadi milik kaum elite. Ketika muncul telepon umum, di benak masyarakat luas, telepon bukan lagi simbol elitis. Lalu datang masa ketika orang sudah memiliki telepon pribadi (ponsel). Saat itu telepon umum ditinggalkan dan bahkan tidak dirawat. ”Telepon umum sifatnya tidak personal, tidak individual. Orang tidak merasa memiliki,” ujar Rizal.

Kondisi itu diperburuk dengan kebiasaan sebagian besar masyarakat yang sangat mementingkan tampilan ketimbang fungsi. Keberadaan telepon umum yang kini terkesan dibiarkan mati perlahan-lahan seharusnya tetap dipertahankan. (SF)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Megapolitan
Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Megapolitan
Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Megapolitan
Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Megapolitan
Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Megapolitan
Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Usai Tes Kesehatan, Epy Kusnandar Bungkam Saat Dicecar Pertanyaan Awak Media

Megapolitan
Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Polisi Selidiki Penemuan Mayat Pria Terbungkus Kain di Tangsel

Megapolitan
Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Polisi Tes Kesehatan Epy Kusnandar Usai Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com