BOGOR, KOMPAS.com -
WALI Kota Bogor terpilih Bima Arya Sugiarto akan dilantik pada 7 April 2014. Setelah dilantik, pekerjaan besar sudah menanti. Apalagi, Bogor merupakan salah satu kota terdekat dengan DKI Jakarta yang ikut menanggung sebagian beban Ibu Kota. Padahal, Kota Bogor masih membutuhkan perhatian serius dari pengelola kota dan kepedulian warganya.

Masalah Kota Bogor yang mirip dengan problem yang dihadapi Jakarta, antara lain, kemacetan lalu lintas, kesemrawutan tata kota, pedagang kaki lima, tawuran pelajar, dan korupsi.

Bima menghadapi tantangan yang tidak mudah. Namun, ia berjanji, setahun pertama pemerintahannya bisa menjadi awal perbaikan wajah kota Bogor.

Mari mencermati penuturan pemimpin pilihan warga ”Kota Hujan” ini saat ditemui di kediamannya yang cukup asri dan teduh di Pendapa Enam, Kota Bogor, Rabu (2/4).

Bagaimana Anda bekerja setelah dilantik?

Saya segera bekerja, tidak perlu menunda-nunda. Pelbagai program sudah disusun. Saya juga sudah ketemu dengan para kepala dinas dan staf. Mari bekerja, mari menjemput perubahan.

Anda ingin menjadikan Kota Bogor seperti apa?

Kota dalam taman yang nyaman, beriman, dan transparan.

Alasannya?

Saya baru datang setelah bepergian ke Palembang (Sumatera Selatan). Orang di sana sampai bilang kepada saya, Pak Bima, Bogor itu ampun-ampun macet sekali. Jelas tidak nyaman, kan. Kondisi ini harus segera diatasi agar kenyamanan kembali dirasakan oleh siapa pun yang datang ke Bogor. Kemudian, beriman. Saya ingin orang Bogor itu berkarakter bersih dalam kehidupan. Transparan, tentunya pemerintahan saya harus bersih, profesional, dan tidak korupsi.

Nah, untuk kota dalam taman, Bogor itu sudah diberi anugerah sebab sejak dibangun dahulu kala dengan konsep banyak taman di dalamnya. Saya ingin karakter ini kembali lagi. Dalam setahun saya akan perbaiki dan percantik enam taman dan lahan telantar.

Apa langkah konkret setahun mendatang?

Menangani kemacetan, menata pedagang asongan atau pedagang kaki lima, dan memperbaiki pengelolaan sampah.

Apa yang bisa Anda lakukan untuk menangani kemacetan dalam setahun pertama?

Penanganan kemacetan harus berpijak pada kondisi bahwa laju rata-rata kendaraan semakin lamban. Data yang saya terima, pada 2012 laju rata-rata kendaraan di Bogor 14,5 kilometer per jam. Pada 2013, laju melamban menjadi 9,5 kilometer per jam. Pada 2017 diprediksi laju nol atau berhenti. Ini tidak boleh terjadi. Saya segera benahi, tata, dan perbaiki prasarana. Jalan-jalan rusak yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah kota saya pastikan segera diperbaiki. Yang jadi kewenangan provinsi atau pusat kami lobi agar kerusakan jalan juga segera teratasi. Dengan jalan yang mulus, satu masalah simpul kemacetan bisa tertangani. Kondisi jalan mulus harus dipertahankan dengan pengawasan yang baik.

Selain itu, saya sudah menginstruksikan dinas teknis untuk mengecek dan mendata jaringan drainase. Mana yang menyumbat, apa penyebabnya, mana yang salah pengerjaan. Itu harus segera ditangani.

Dari pengamatan saya selama ini, saat kemacetan terjadi, nyaris tidak ada petugas. Ke mana mereka? Misalnya, kemacetan di simpang Empang yang mengatur justru warga. Saya mau dan segera koordinasi dengan polisi dan petugas dinas untuk memastikan mereka siap membantu menangani kemacetan. Saya juga akan mendorong polmas lebih berperan aktif mengajak warga turut terlibat dalam pengaturan lalu lintas. Selain itu, perlu mewaspadai sejumlah daerah yang rawan macet, seperti di Pasar Bogor, Jembatan Merah-Stasiun Bogor, dan Jalan KH Sholeh Iskandar yang menjadi simpul kemacetan baru.

Bagaimana dengan angkot?

Itu jelas ditata. Saya ingin tahu berapa sih jumlah ideal angkot di sini. Data ada 3.420 unit itu dari mana? Apakah masih akurat? Yang laik berapa? Yang tidak laik tidak akan diperpanjang. Izin trayek juga akan dievaluasi. Tidak menutup kemungkinan, ada trayek yang harus dihapus sebab bertumpukan. Selain itu, juga harus segera ditentukan dan dibangun halte-halte agar angkot tidak boleh berhenti sembarangan. Jika sembarangan, harus ditindak tegas. Sopir pun nanti harus tersertifikasi. Jika belum ada aturannya, saya buat peraturan wali kota. Bayangkan saja, saat ini masih bisa dilihat banyak angkot disopiri oleh yang masih ABG (anak baru gede alias remaja).

Bagaimana dengan penataan pedagang kaki lima?

Saya menyebutnya empat R, yakni revitalisasi, relokasi, redistribusi, dan represif. Itu sebenarnya tahapan. Urutannya sudah benar, tidak boleh dibalik.

Revitalisasi ialah memaksimalkan pasar yang ada. Pasar-pasar tradisional yang dikelola oleh pemerintah harus menjadi tempat penampung PKL. Di pasar, PKL harus mau ditata sebab dengan penataan, pasar akan menjadi tertib, rapi, dan enak didatangi.

Relokasi maksudnya saya segera mendata dan jika memungkinkan membeli dan membangun tempat-tempat potensial sebagai lokasi baru untuk pembinaan PKL.

Redistribusi maksudnya PKL akan disebarkan sehingga tidak boleh lagi hanya terkonsentrasi di beberapa wilayah. Untuk prasarana, kami siapkan dan banyak kok yang mau membantu.

Represif. Nah, jika ketiga langkah tadi sudah dilakukan tetapi PKL membandel, aturan harus ditegakkan. Saya juga sudah mewanti-wanti petugas agar jangan sampai berani memungut biaya atau ditindak tegas.

Apa rencana Anda untuk menata PKL pada jangka panjang?

Ke depan, saya ingin PKL yang berdagang di Kota Bogor itu ber-KTP sini. Ini bukan diskriminasi, tetapi agar dapat dibina dengan lebih baik. PKL nanti harus memiliki atau membentuk organisasi atau semacam paguyuban. Dengan begitu akan terlihat dan ketahuan berapa jumlah dan kapasitas usaha mereka. Kami akan lebih mudah menentukan sistem operasinya, misalnya mereka harus buka di mana, jam berapa, tanggungjawabnya apa.

Bagaimana dengan penanganan sampah di Kota Bogor?

Harus diakui, pengelolaan sampah di Kota Bogor amat lemah. Harus ada perubahan mendasar. Saya ingin warga proaktif mengatasi masalah sampah sejak dari keluarga. Langkah sederhana, saya tidak akan bosan meminta, kampanye, dan memberi contoh agar sampah dipilah sejak di rumah tangga, antara yang organik dan yang bukan organik. Saya akan minta setiap rumah menyediakan tempat sampah. Kendaraan pengangkut sampah pun akan ditambah truk, sepeda motor, atau gerobak.

Di beberapa tempat ada kelompok masyarakat yang sudah menerapkan bank sampah atau mendaur ulang sampah atau mengolah sampah menjadi kompos. Nah, contoh yang bagus itu akan didorong agar bisa diterapkan di seluruh wilayah. Nanti, yang benar-benar dibuang ke tempat pembuangan akhir adalah yang tidak bisa lagi diolah. Saya juga mengupayakan perpanjangan kontrak TPA Galuga yang akan berakhir tahun depan. Namun, bersamaan dengan itu, saya ingin membangun pabrik pengolahan sampah. Lahan sudah ada hampir 12 hektar, tetapi masih ada penolakan warga. Mungkin penolakan itu akibat miskomunikasi dengan warga. Saya akan tunjukkan bahwa pengolahan sampah itu akan lebih baik.

Apa yang membuat Anda yakin bisa mewujudkan ketiga program tadi dalam setahun?

Saya harus berani dan siap tidak populer. Intinya, dengan komunikasi yang intensif dan niat tulus, saya yakin warga akan mendapat manfaat dari apa yang akan saya kerjakan. Sebagai pemimpin, saya juga harus siap memberi contoh dan memotivasi. Jika ingin pegawai datang pagi, saya harus datang lebih awal. Jika ingin pegawai rajin, saya harus lebih rajin. Dalam pelayanan publik, saya ingin pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh saat melayani masyarakat. Yang bagus tentu dihargai, sedangkan yang tidak bagus harus bisa mempertanggungjawabkan.