Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Solusi Atasi Banjir di Jakarta Utara

Kompas.com - 10/05/2014, 18:06 WIB
Dian Fath Risalah El Anshari

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir di Jakarta Utara adalah karena pengelolaan sistem tata air yang masih pelik untuk ditangani. Terlebih sebanyak 13 kali dan sungai bermuara di Jakarta Utara.

Selain itu, ada 182 saluran Penghubung (PHB) yang tersebar di 6 kecamatan se-Jakarta Utara. Penurunan muka tanah di Jakarta Utara juga menjadi masalah tersendiri.

Di banding wilayah lain, penurunan muka tanah di Jakarta Utara merupakan yang tercepat. Dari data yang dilansir Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, penurunan muka tanah Jakarta bervariasi antara 14 - 18 centimeter per tahun. Penurunan yang paling tinggi 18 centimeter terdapat di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Kepala Unit Limbah Lingkungan Dan Air Tanah, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Bawa Sarasa, mengatakan bahwa penurunan muka tanah beberapa daerah di Jakarta Utara merupakan yang tertinggi di Jakarta. Hal itu disebabkan kondisi tanah di Jakarta Utara yang lebih lunak dari wilayah lain.

Di sisi lain, penggunaan air tanah oleh masyarakat yang mencapai 6 juta - 8 juta meter kubik/tahun, "hak itu juga berpengaruh sekitar 14 - 15 persen terhadap penurunan muka tanah," ujarnya, Sabtu (10/5/2014).

Bawa menambahkan, beban berat di atas tanah seperti bangunan dan kendaraan-kendaraan berat menyebabkan Jakarta Utara relatif lebih cepat penurunannya dibanding wilayah lain.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara, Wagiman Silalahi, mengatakan, pihaknya selama ini sudah berupaya semaksimal mungkin menjadikan Jakarta Utara bebas genangan. Namun faktor penurunan muka tanah yang cepat, menyebabkan pihaknya kesulitan mengatasi banjit.

Ia menjelaskan seperti beberapa daerah di Penjaringan, tinggi muka air laut lebih tinggi dari daratan.

"Idealnya, Jakarta Utara bila ingin bebas dari genangan harus dibangun sistem polder yang terintegrasi," jelasnya.

Apa itu sistem polder?

Menurut Wagiman, sistem polder mirip sistem tata air kawasan Pantai Indak Kapuk (PIK). Sistem polder di sana terdiri dari tanggul, kanal, waduk, sistem saluran, subsurface drainase, stasiun pompa, hingga sistem pembuangan (flushing) yang terintegrasi.

"Terbukti, selama puluhan tahun belakangan sistem polder mampu menghindarkan kawasan seluas 200 hektar itu dari banjir. Padahal, lokasi PIK berada di bibir pantai," ujarnya.

Menurutnya, dengan sistem polder, debit air dalam kanal bisa terkontrol. Bila volumenya tinggi akan segera disedot pompa dan dibuang ke laut. Namun, lanjut dia, untuk menerapkannya di Jakarta Utara, membutuhkan kerja keras, sebab pemukiman warga tidak tertata dengan baik.

Oleh karena itu, sebelum bisa mewujudkan sistem polder, dalam jangka pendek, pembangunan waduk dan rumah pompa merupakan solusi alternatif.

Pada tahun ini, selain pembangunan beberapa waduk seperti Waduk Marunda dan Rorotan, rencananya di 5 sungai kecil akan dibangun rumah pompa. Kelima lokasi rumah pompa tersebut di hilir Kali Kamal Muara, Kali Karang, Kali Angke, Kali Ciliwung Lama dan hilir Kali Sentiong Sunter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Megapolitan
Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Megapolitan
Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Megapolitan
15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com