Akhirnya masuk. Meski, saat pembentukan sempat deadlock dan diambilalih DPP. Wah, saya senang, karena jaringan saya di DPP lebih banyak. Akhirnya saya masuk menjadi sekretaris.
T: Lalu bagaimana awal mula jadi calon legislatif?
J: Seperti biasa, melalui penjaringan. Kami diminta melengkapi administrasi, antara lain KTP, Kartu Anggota dan lain-lain. Proses itu saya jalani sejak Januari 2014.
T: Dari Jakarta Pusat, ada berapa yang daftar?
J : Ada lima orang. Semuanya lolos ferivikasi. Saya dapat nomor urut empat.
T: Nomor urut empat cukup strategis. Bagaimana Bu Else dapat nomor urut itu?
J: Ya dilihat dari posisi. Pak Pras kan DPD dapat nomor satu, Pak Pandapotan kan Bendahara DPC dapat nomor urut dua, Bu Herlina dari DPD nomor urut tiga, dan saya Sekretaris II ya nomor empat. Kebetulan ketua DPC dan Sekretaris I saya tidak nyalon. Beruntung juga.
T: Berapa modal uang untuk nyaleg?
J: Rp 30 juta sama ijazah SMA lulusan tahun 1982.
T: Kok sedikit sekali?
J: Ya bedalah. Saya siapa?
T: Uang siapa saja itu?
J: Ada teman yang nyumbang Rp 1 juta, Rp 5 juta, ada juga yang Rp 10 juta. Saya kumpulin saja semuanya.
T: Modal pribadi?
J: Sekitar Rp 5 juta. Modal saya hanya untuk kelengkapan administrasi. Sisanya untuk pembiayaan kampanye, mulai dari cetak banner, stiker, kartu nama, sampai bikin pengobatan gratis di dua titik.
T: Teknik kampanye seperti apa yang Bu Else lakukan?
J: Kebetulan saya aktivis gaul. Jadi kawan-kawan saja yang bantu. Mereka ngerti saya dan enggak minta finansial. Mereka bantu saya nothing to lose. Saya juga blusukan ke dapil. Warga senang didatangi saya. Mereka lebih senang wakil rakyat yang turun ke mereka. Blusukan Jokowi diterapkan di saya.
T: Banyak laporan soal 'serangan fajar' saat pencoblosan, menurut anda?
J: Ndaklah. Saya enggak bisa serangan fajar. Hehehe. Saya dengan doa saja. Enggak perlu serangan fajar. Kita yakin Tuhan bantu. Hasilnya juga terlihat, hampir di seluruh TPS, pasti ada satu suara untuk saya. Saya sendiri dapat 7.814 suara. Dari lima nomor urut, yang terpilih nomor urut satu, dua, dan empat. Urutan ketiga kalah suara dengan saya.
T: Sejak terpilih menjadi anggota dewan, Bu Else tinggal di mana?
J: Ya, saya memang harus punya rumah. Selama ini kan saya tinggal di bekas Kantor DPP PDI-P, di bedeng begitu. Nanti saya ditertawai, masak anggota dewan enggak punya rumah. Nanti saya nyicil rumahlah.
Rencana ke depan
T: Apa yang akan Bu Else lakukan di DPRD DKI Jakarta?
J: Saya dan teman-teman mau berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Caranya, mengawal program Pak Jokowi, Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat. Makanya saya mau masuk Komisi E, bidang kesehatan dan pendidikan. Saya berharap bisa bantu mereka yang sakit dan tidak bisa sekolah.
T: Tantangan terberat wakil rakyat itu korupsi. Bagaimana Bu Else menghadapinya?
J: Saya dari dulu tidak pernah berjanji kepada konstituen. Tapi kalau korupsi, saya tidak. Saya tahu persis KPK sangat ketat. Mau melangkah sedikit saja sudah terbaca. Kita menjaga tidak korupsi bukan hanya untuk diri kita, tapi juga untuk partai.
T: Banyak juga toh kader PDI-P yang tersangkut kasus korupsi?
J: Ya itu, mereka biarkanlah mereka. Tapi saya menjaga jati diri saya dan jati diri partai. Ibu Mega pernah bilang, jangan pernah main-main. Kalau main-main itu tanggung jawab sendiri-sendiri, bukan partai.
T: Ada rencana untuk mengembalikan modal kampanye Rp 30 juta?
J: Ada. Tapi kami terima gaji saja. Masak lima tahun enggak balik? Hahaha.
T: Terakhir, bagaimana Bu Else mengakomodir kebutuhan konstituen?
J: Kalau konstituen mau bertemu, silakan datang, saya selalu buka pintu. Ingat, kita ini berasal dari mereka juga.