Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasien Klinik MH Mengaku Dipaksa Dokter Bayar Mahal dengan Ancaman

Kompas.com - 17/09/2014, 06:36 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — NZ (23), salah satu pasien klinik MH di Jakarta Barat, mengaku sempat merasa dipaksa oleh perawat di sana saat berobat. Saat itu, dokter memberitahukan bahwa NZ memiliki penyakit berbahaya yang harus segera ditindak dengan biaya terapi Rp 700.000 per hari.

"Iya Mbak, sayang loh kalau ditunda. Sekarang aja yuk dikasih infus. Kalau dibiarkan terus, bisa mandul saat punya suami," kata NZ menirukan perkataan salah satu perawat MH kepada Kompas.com, Rabu (17/9/2014).

NZ yang baru pertama kali berobat di sana merasa aneh karena banyak hal yang janggal, seperti pakaian dokter yang tidak lazim. Kata dia, dokter yang dia temui ada tiga, yaitu dokter pertama saat pemeriksaan USG mengenakan baju semacam daster berkancing warna putih. Lalu dokter kedua pakai jas dokter, tetapi celananya terlihat tidak formal dan memakai sandal. Kemudian dokter yang ketiga berusia sekitar 20 tahun dan memakai sepatu kets sambil menonton film Korea di mejanya.

Resepsionis di sana pun terlihat mengenakan pakaian dalam yang ketat dan hanya ditutupi oleh jas dokter. NZ yang sempat diperiksa USG pun heran karena dokter tidak bisa memberikan hasil USG kepadanya saat itu juga. Menurut dokter, kata NZ, dia harus kembali lagi berobat di klinik tersebut untuk bisa mendapatkan hasil pemeriksaan.

Semakin merasa aneh dan dipaksa terus oleh perawat untuk membayar biaya terapi, NZ mengaku juga sempat diancam bahwa kalau tidak melakukan terapi maka nantinya NZ tidak bisa melakukan hubungan intim dengan suami. NZ pun dikatakan bahwa memiliki gaya hidup yang tidak sehat, tetapi hal itu ditampik NZ. Menurut NZ, sehari-hari dia selalu rajin membersihkan diri dan telah membiasakan diri dengan gaya hidup sehat.

NZ pun akhirnya berkilah harus segera pergi dari sana. Sebelum NZ pergi, dia diberikan kartu member VIP oleh perawat di sana dan diiming-imingi dengan diskon biaya berobat bila ke klinik itu lagi. Tidak ketinggalan perawat dan dokter di sana membujuk NZ datang lagi untuk pemeriksaan lanjutan dan terapi.

Klinik MH kini sedang ramai menjadi pembicaraan di media sosial Facebook. Di sana, salah satu akun Kaskus bernama Singlebreath mengaku sebagai pasien yang merasa telah ditipu oleh klinik MH. Kata dia, saat awal melakukan konsultasi secara online di chat situs web klinik MH, jawabannya terasa memuaskan dan situs web yang ditampilkan terkesan meyakinkan sehingga memutuskan untuk langsung datang ke sana. Namun, ketika berobat, pemilik akun Singlebreath ini dipaksa untuk operasi hari itu juga dengan ancaman Singlebreath memiliki potensi kanker. Dua situs web klinik MH, yaitu www.metropolehospital.com dan www.klinikmetropole.com, kini tidak bisa diakses. Saat Kompas.com membuka link tersebut, kedua situs web itu hanya bertuliskan "sedang maintenance".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com