Dalam bincang-bincang Arsyad dengan Kompas.com, Senin (3/11/2014), Arsyad mengaku Facebook bukan mainan sehari-harinya. Remaja masjid yang aktif dalam kegiatan salah satu organisasi Islam ini mengaku tidak ada keinginan hati membuat Facebook kala itu.
"Saya takut buat Facebook, saya bilang FB (singkatan Facebook) pasti ada yang negatif. Ada gambar, foto enggak jelas jadi bahan omongan, hujatan, yang tidak boleh sama agama," ujar Arsyad.
Ia pun mengakui sosial media itu dapat menyeret orang pada ranah hukum. Orang, kata dia, bisa ditangkap dan masuk penjara karena ulah permainan sosial media.
Ia juga mendengarkan ceramah yang rutin digelar bahwa tidak diperbolehkan membuat, atau bahkan memainkan sosial media yang dapat menjerumuskan orang pada penghinaan.
"Dalam agama kan memang tidak diperbolehkan. Waktu itu habib dalam ceramah juga bilang jangan buat FB mending ngaji baca Al-Quran. Makanya saya tidak buat FB," kata Arsyad.
Namun, pengaruh teman pergaulan membuat Arsyad terlena dan seraya melupakan pesan serta keyakinannya itu. Tahun 2010, Arsyad iseng pergi bersama temannya. Teman Arsyad ini memiliki akun Facebook dan termasuk anggota aktif dalam sosial media besar itu.
Tak ada iri atau keinginan hati memiliki akun Facebook bagi Arsyad. Sayangnya, godaan teman Arsyad untuk bersedia membuatkan akun pribadi mampu melunakkan keyakinan Arsyad.
"Saya mah enggak ngerti. Dibilang mau buatin, saya bilang jangan. Tapi dia bilang lihat dulu nanti kegunaannya," tutur sulung empat bersaudara ini.
Arsyad pun akhirnya mengaku 'meng-iya-kan' kesediaan temannya tersebut. Di saat masa kampanye calon presiden-wakil presiden RI, kegilaan Arsyad akan sosial media meninggi karena bergabung dalam grup yang sama sekali tak dikenalnya. Arsyad, saat itu, masih menganggur dan hanya menghabiskan waktu untuk mengaji, mendengarkan ceramah, serta kegiatan keagamaan lain di kelompok atau di sekitar rumahnya.
Pengaruh Facebook dalam masa kampanye itu nyatanya kuat hingga menarik Arsyad menjadi pecandu sosial media. Arsyad pun menjadi sering ke warung internet (warnet) untuk sesekali mengecek akun Facebook.
Di masa kampanye itu, Arsyad diundang masuk dalam grup pro-kontra dua pasangan capres-cawapres. Sebagai pengguna, ia pun menyetujui undangan grup itu. "Grupnya aktif semua penggunanya. Ada banyak grup tapi saya cuma sering sama tiga grup aja," kata dia.
AntiJokowi, JokowiPresidenku, dan PrabowoHatta menjadi tiga grup teraktif yang diikuti Arsyad melalui akun Facebook-nya. Hujatan, saling mem-posting gambar, adu komentar, editan gambar dengan beragam kreasi tumpah di grup-grup itu. Semua perbincangan dalam grup hanya tertuju pada capres-cawapres itu.
Saat ada postingan menarik dan mendapat komentar, Arsyad pun menganggap candaan itu dengan mengambil dan menyimpannya di album foto akun pribadi Arsyad. Kemudian, untuk menarik posting-an lainnya Arsyad kembali mem-posting gambar yang diambilnya ke grup yang sama.
"Pikiran saya anak-anak banget karena belum kerja senang main pas liat posting-an kayak tertantang. Padahal tahu itu mereka saling menghujat bahkan gambar tidak senonoh dimasukin juga di FB," lanjut dia.
Tergiur akan reaksi teman grup, ia pun menjadi sering mem-posting kembali tulisan atau gambar orang. Ia mengaku tidak mengetahui cara mengedit gambar dan tulisan, sehingga hanya dapat mengambil dan mem-posting kembali.
Di grup itu, kata dia, saat ada teman baru bergabung langsung terlontar tulisan seperti 'ada penyundup', 'penyelundup stres', dan lainnya.
"Terjebaknya saya, saya pakai akun asli kalau yang lain akun palsu. Posisi terjebak saya tidak kenal orang-orang di grup itu karena mereka pakai akun palsu, enggak nyadar kalau bakal kejadian gini," tambah dia yang kala itu singgah ke warnet pada malam minggu usai mengikuti majelis taklim.
Imen, sapaan akrab Arsyad di rumah, memang tak paham benar dengan penggunaan sosial media hingga posting-an terakhir Juni 2014 itu. Ia yang awalnya tak ingin terjerat hukum pun kini harus menerima konsekuensinya.
"Sudah kapok enggak mau main Facebook lagi, apalagi ngapain deh. Mending saya fokus kerja," ucap dia.
Pemuda yang sempat dibotaki saat menjadi tahanan ini mengaku bersyukur Presiden RI Joko Widodo telah memaafkan bahkan menerima baik 'Bapak dan Mak' pada Sabtu lalu. Apalagi, Iriana Jokowi, sang ibu negara, turut membantu dengan memberi uang kepada keluarganya.
Bagi Arsyad, tidak ada nilainya uang yang diberikan itu ketimbang pernyataan dimaafkan oleh presiden dan ibu presiden ketujuh RI itu.
"Saya mau minta maaf dan jelasin langsung ke Pak Jokowi, Ibu Iriana dalam hal ini saya sudah berbuat salah. Saya juga mau bilang terima kasih kepada mereka. Kalau berkenan, saya juga mau minta maaf sama Ibu Megawati," kata Arsyad lirih.
Sekarang, Arsyad berkumpul bersama keluarga dengan status penagguhan penahanan dan wajib lapor setiap Senin dan Kamis. Tak hanya itu, dia kini ingin menggunakan waktu sehari-harinya seperti biasa mengantar adik perempuannya pergi sekolah pada pukul 06.00 WIB. Ia pun berniat bekerja kembali membantu Pak Haji, pemilik warung sate tempatnya dia bekerja setiap pukul 10.00-24.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.