Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawaran Aplikasi Menembus Macet Jakarta

Kompas.com - 17/11/2014, 15:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Berkali-kali pemerintah mencari solusi mengatasi kemacetan lalu lintas. Namun, langkah itu kalah cepat dengan dinamika masalah di lapangan. Kali ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencoba mengurai masalah itu dengan pendekatan teknologi informasi.

September lalu, Pemprov DKI resmi menjalin kerja sama dengan Waze, aplikasi navigasi berbasis global positioning system (GPS). Aplikasi ini bisa diunduh gratis dan difungsikan di ponsel pintar dan perangkat digital lain. Target kerja sama dengan Waze adalah memudahkan warga mengurai macet dengan cara berbagi informasi.

Dalam kerja sama ini, Pemprov DKI akan menyuplai informasi yang dibutuhkan warga kepada Waze.

Selasa (11/11) pagi, dua utusan Waze, yaitu Paige Fitzgerald dan Fej Shmuelevitz, menemui Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Mereka melanjutkan pembicaraan terkait kerja sama tersebut.

Basuki yakin kerja sama ini sangat menguntungkan. Menurut dia, DKI tak lagi perlu membangun intelligent traffic system (ITS) dengan anggaran triliunan rupiah. Sebelumnya, ITS ini dirancang terdiri dari tiga subsistem, yakni BTS (bus tracking system), ATCS (area tracking control system), dan TIS (traffic information system). Sistem itu diperlukan untuk mengontrol perjalanan transjakarta lewat satelit.

Namun, semua itu, kata Basuki, sudah tersedia pada aplikasi Waze. DKI pun dapat menghemat dana kerja sama dengan Waze ini ditawarkan cuma-cuma.

Shmuelevitz, Wakil Presiden Komunitas dan Operasi Waze, mengatakan, kerja sama ini menggabungkan informasi dari pemerintah dan pengguna Waze. Semua hal yang terjadi di jalan, mulai dari kondisi jalan, kemacetan, kecelakaan lalu lintas, dan lokasi polisi tersedia di layanan Waze.

Dengan semua informasi itu, pengendara di Jakarta menjadi lebih mudah memetakan jalan yang akan ditempuh. Sebaliknya, dengan semua informasi yang terjadi di jalan dilaporkan para pengguna secara real time, pemerintah pun dapat merespons pada saat itu juga jika diperlukan.

Nantinya, informasi dari pengguna Waze ditambah data pemerintah akan diolah dan kembali diinformasikan ke warga yang membutuhkan. Jika kerja sama ini direalisasikan pada 2015, Jakarta akan menjadi kota ke-10 di dunia yang menjalin kerja sama dengan Waze.

Faqih, pengguna ponsel pintar di Jakarta, berharap kerja sama ini bermanfaat bagi warga. Dia sudah mengenal aplikasi Waze sebelumnya, tetapi dia lebih senang menggunakan aplikasi Google Maps. Menurut dia, selain proses pengoperasiannya lamban, Waze memberikan terlalu banyak informasi yang tidak ia butuhkan.

”Saya hanya butuh informasi jalan mana yang macet dan jalan mana yang lancar. Layanan itu ada di Google Maps,” kata Faqih, yang menyatakan tampilan visual aplikasi Waze lebih menarik daripada Google Maps.

Kevin Roose, dalam artikelnya berjudul ”Did Google Just Buy a Dangerous Driving App?” di laman nymag.com, 14 Juni 2013, mengulas aplikasi Waze justru berisiko membuat pengemudi berpotensi mengalami kecelakaan lalu lintas.

Menurut dia, fitur-fitur yang tersedia di Waze menyita perhatian dan membuat pengemudi ketagihan. Hal inilah yang membahayakan jika pengemudi terus-menerus berinteraksi dalam aplikasi itu ketika berkendara.

Tak ada yang gratis

Ruby Alamsyah, praktisi forensik digital, mengatakan, Waze menawarkan crowdsource (informasi dari sesama pengguna aplikasi) yang interaktif. Tidak banyak aplikasi navigasi yang memiliki fitur seperti ini.

Meskipun demikian, Ruby mengingatkan, Pemprov DKI terkesan terlalu memberi angin kepada pengelola Waze. Mereka akan menikmati crowdsource yang kaya informasi, baik dari warga maupun dari pemerintah.

Meski saat ini kerja sama itu ditawarkan gratis ke Pemprov DKI, bukan tidak mungkin informasi itu nantinya akan dimonetisasi oleh Waze. Sejarah mencatat, monetisasi crowdsource inilah yang telah membesarkan media sosial dunia, seperti Facebook dan Twitter.

Ruby berpendapat, aplikasi serupa dapat dikembangkan tenaga ahli Indonesia sehingga aplikasi yang dibesarkan di dalam negeri itu dapat dinikmati kekayaan informasinya secara mandiri.

Ruby mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang tidak buru-buru menerima tawaran pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, untuk menggunakan situs gratis internet.org beberapa waktu lalu. Menurut dia, Jokowi sadar tidak ada makan siang yang gratis. (Andy Riza Hidayat/Prasetyo Eko P)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Megapolitan
Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Pelaku Tak Senang Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Pelaku Tak Senang Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Megapolitan
Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Megapolitan
17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

Megapolitan
Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Megapolitan
Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Megapolitan
Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com