Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pejabat DKI yang Distafkan Pusing Bayar Utang

Kompas.com - 09/01/2015, 09:13 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala SU pusing tujuh keliling sejak dicopot dari jabatannya enam hari lalu, karena pendapatannya jauh berkurang. SU kebingungan mengatur keuangan keluarga karena sebagian besar gajinya terpotong untuk membayar utang di salah satu bank milik pemerintah.

SU adalah salah satu dari sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI yang kehilangan posisi setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merombak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Sebelum jabatannya dicopot dari Eselon IV, SU tidak khawatir gajinya terpotong Rp 2,5 juta setiap bulan, untuk mencicil utangnya yang mencapai Rp 100 jutaan ke pihak bank.

Namun, baru beberapa tahun berjalan, mendadak Ahok merombak SKPD di Pemprov DKI. Pria berdarah Jakarta ini harus kehilangan jabatannya. Ia pun kelimpungan lantaran penghasilannya jauh berkurang.

Sejak tidak lagi memegang jabatan dan hanya menjadi staf, gaji dan tunjangan kinerja daerah (TKD)-nya menjadi turun drastis. Bahkan, SU tak lagi mendapat tunjangan transpor.

Dia pun mengakui saat masih menduduki jabatan yang lama, dirinya bisa memeroleh gaji hingga Rp 4,8 juta, tunjangan transpor sebesar Rp 2,8 juta dan TKD sebesar Rp 6,2 juta. Apabila ditotal maka dalam sebulan ia mampu membawa pulang uang Rp 13.800.000.

"Setelah jadi staf begini, gaji saya berkurang Rp 450.000, TKD hanya Rp 4 juta, dan tunjangan transpor tidak dapat lagi," ujar SU kepada Warta Kota, Kamis (8/1/2015) petang.

Mengetahui gajinya tak sama lagi seperti bulan-bulan sebelumnya, SU berencana mengetatkan pengeluarannya. Ia akan berusaha hidup lebih hemat lagi, agar utangnya bisa terlunasi dari gajinya saat ini.

"Mau bagaimana lagi, caranya ya harus hidup lebih hemat. Kalau pinjam uang dari orang lain untuk membayar utang di bank sama saja dengan istilah gali lubang, tutup lubang," katanya.

Meski ia merasa sedih kehilangan jabatannya, namun ia tetap menjalaninya. Bagi dia, jabatan yang diembannya merupakan amanah untuk melayani rakyat. Namun, pikiran dia merasa terganggu oleh proses seleksi yang tidak transparan.

Menurut dia, hasil tes seharusnya diumumkan ke publik meski kenyataannya ada pejabat yang nilainya buruk. Dengan begitu, keterbukaan informasi akan dijunjung tinggi.

"Kurang fair saja sebetulnya kalau hasil tes tidak diumumkan secara terbuka. Saya saja tidak tahu hasil tesnya gimana. Tapi saya beranggapan kalau dicopot dari jabatan berarti nilai saya tidak bagus," jelasnya.

Hanya saja SU sempat heran karena dua hari sebelum Ahok melantik pejabat baru, tepatnya pada Rabu 31 Desember 2014 lalu, SU mendapat informasi bahwa ia dinyatakan lolos tes. Orang dalam itu, kata SU, menyatakan dirinya bakal dilantik dan akan mengisi jabatan baru di Eselon III. SU pun senang.

"Pas dapat kabar dari orang dalam itu, saya langsung menghubungi SKPD terkait. Rupanya, saat dicek nama saya tidak masuk daftar sebagai pejabat yang dilantik. Dengan rasa malu dan sedih, akhirnya saya sudahi sambungan telepon itu," ujar SU.

SU mengaku terkejut dengan perubahan data itu. Namun, ia tidak mau berspekulasi apakah ia tersingkir karena adanya calo jabatan di Pemprov DKI.

"Saya tidak tahu kalau ada calo jabatan. Saya positive thinking (berpikiran positif) saja, kalau saya jadi staf berarti nilai saya tidak bagus," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com