"Saya kira (13 nama pejabat) itu kewenangan Pemprov DKI. Namanya sudah kami sampaikan semuanya (kepada Pemprov DKI), dan tinggal menunggu tahapan konfirmasi lagi," kata Ali di Balai Kota, Selasa (13/1/2015).
Proses pendalamannya, lanjut Ali, melalui rapid test (cup urine), wawancara, dan beberapa tahapan lainnya, seperti tes sampel rambut dan darah. Lebih lanjut, ia menjelaskan, beberapa pejabat ini diketahui sebelumnya mengonsumsi obat-obatan. Hanya, pihak BNN perlu mengetahui apakah obat itu dikonsumsi sesuai resep dokter atau telah disalahgunakan.
Ali menjelaskan, orang yang sebelum tes urine mengonsumsi obat sakit kepala bisa terindikasi mengonsumsi narkotika. Sebab, obat tersebut mengandung berbagai jenis psikotropika.
"Sepanjang obat digunakan berdasarkan resep dokter, dan takarannya juga berdasarkan resep dokter, itu tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi, kalau sudah digunakan di luar itu dan penggunaannya di luar batas wajar, itu yang dinamakan penyalahgunaan narkotika," kata Ali.
Adapun apabila ada pejabat yang positif mengonsumsi narkoba atau menyalahgunakan narkotika, BNN DKI akan menyerahkan penindakan lebih lanjut kepada Pemprov DKI. Namun, BNN memberi rekomendasi berupa rehabilitasi, apabila pejabat itu hanya bertindak sebagai pengguna narkotika tahap pemula. Namun, jika pejabat tersebut memiliki jaringan sindikat narkotika, maka BNN akan menangani hal tersebut sebagai tindak pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.