Kekerasan pelajar
Namun, di masa kepemimpinan Ahok dan Djarot tawuran dan kekerasan oleh pelajar nampaknya belum hilang. Teranyar kasus kekerasan enam pelajar terhadap seorang alumni sekolah, yang terjadi di SMAN 3 Setiabudi, Jakarta Selatan.
Kekerasan oleh para pelajar itu berakhir dengan penjatuhan hukuman skorsing terhadap mereka. Rupanya, hal ini berbuntut panjang. Orangtua siswa ada yang tidak terima dan melaporkan keputusan Kepala Sekolah SMAN 3, Retno Listyarti ke kepolisian.
Pemberian skorsing oleh Retno terhadap siswa yang melakukan kekerasan dianggap orangtua sebagai perbuatan diskriminasi. Lebih-lebih, Dinas Pendidikan DKI juga dianggap melemahkan keputusan kepala sekolah yang melakukan skorsing.
Sebab, Kepala Dinas Pendidikan DKI Arie Budiman, dikabarkan mengurangi masa skorsing siswa tersebut. Mengutip wartakotalive.com, siswa yang dijatuhi skorsing 39 hari rencananya dikurangi menjadi 15 hari.
Padahal, banyak ancaman dari Ahok untuk pelajar yang melakukan kekerasan salah satunya yakni mengeluarkan siswa dari sekolah. Dharmaningtyas menilai hal ini memberikan preseden buruk dalam hal ketegasan soal sanksi terhadap oknum siswa yang melakukan kekerasan.
"Pemberian skorsing murid SMAN 3, Kepala Dinas justru melemahkan apa yang dilakukan Kepala Sekolah. Itu contoh buruk," ujar Dharmaningtyas.
Hal ini, lanjutnya, karena Kadisdik DKI bukan berasal dari orang yang paham dengan posisi jabatan di bidang pendidikan.
Sekadar informasi, Kadisdik DKI saat ini ialah mantan Kepala Dinas Pariwisata DKI. "Itu manajemen yang buruk (bagi pendidikan) untuk Jakarta," ujarnya.
Sementara persoalan tawuran, dia menganggap tiga bulan ini kasusnya menurun. Untuk mencegah terjadi tawuran ia mendukung langkah Ahok untuk mengeluarkan siswa yang terlibat.
"Sekolah itu untuk mendidik anak agar memiliki budi pekerti, kalau kemudian sekolah masih memelihara yang begitu salah," ujarnya. Tetapi untuk menghilangkan betul tawuran buka perkara gampang, merupakan masalah yang kompleks.
Sarannya, tawuran dapat dihilangkan perlahan dengan menerapkan aturan ketat di sekolah. "Kalau sekolah punya aturan barang siapa murid melakukan tawuran dikeluarkan, murid akan takut. Tetapi kalau enggak ya jelas enggak ada yang takut," kata dia.
Masalah lain yang disoroti adalah perbaikan gedung sekolah. Menurut dia, sistem anggaran yang belum multi years membuat banyak pengerjaan gedung sekolah mangkrak di akhir tahun. "Ini tidak baik untuk provinsi yang memiliki anggaran besar," ujarnya.
Seharusnya, sambung dia, pengerjaan sekolah cukup memakan waktu setahun, tidak dua tahun. Misalnya, untuk sekolah dengan kapasitas 10-12 ruangan. Untuk pembangunan sekolah, lanjutnya, sedari awal tahun harus dilakukan tender.
"Jadi sekitar Maret itu sudah ditentukan pemenang tender, dan bulan April itu sudah mulai pengerjaan. Sehingga pengerjaannya cukup dalam waktu setahun," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.