Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentas Teater Koma: Belajar Bijak dari Siluman

Kompas.com - 03/04/2015, 07:58 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com--Cerita Opera Ular Putih Teater Koma memang diangkat dari ceritta tradisi Tiongkok. Maka seluruh sektor yang mendukung tontonan ini pun bernuansa negeri Tirai Bambu itu. Mulai dari kostum pemain, lagu, musik, panggung, hingga warna-warna ngejreng yang menyiratkan kultur Tiongkok. Satu-satunya yang masih mengindonesia tentu saja di sektor bahasa. Maklumlah, yang memainkan lakon ini adalah Teater Koma yang semua pemainnya orang Indonesia, demikian juga yang menonton pertunjukan mereka yang digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta 3 hingga 19 April 2015.

Menyaksikan lakon ini rasanya Teater koma menemukan kembali performanya sebagai kelompok teater yang menghibur sekaligus pembawa pesan kekinian, lengkap dengan dialog-dialog bernas yang kadang lucu kadang sarkastis, musiknya yang ditata rapi, demikian juga artistik panggung serta tata busana dan tata cahaya yang ditangani serius.

Pementasan Opera Ular Putih diangkat dari legenda tua asli Tiongkok dan sebelumnya pernah
ditampilkan di tempat yang sama pada tahun 1994. Pementasan ini berkisah tentang siluman
Ular Putih yang ingin menjadi seorang manusia sehingga ia bertapa selama 1000 tahun. Karena usaha dan kebaikan yang ada dalam dirinya, para dewa mengabulkan permintaannya dan ia pun menjelma seorang wanita cantik jelita bernama Pehtinio. Bersama dengan adiknya yaitu siluman Ular Hijau yang juga menjelma menjadi seorang manusia bernama Siocing, mereka pun menjalani kehidupan sebagai manusia biasa.

Cerita berlanjut ketika Tinio bertemu pemuda bernama Kohanbun yang merupakan reinkarnasi dari orang yang dulu pernah menolong Ular Putih ratusan tahun yang lalu, Tinio pun bertekad untuk menjadi istri dari Kohanbun. Namun, kedamaian mereka terusik ketika Kohanbun bertemu dengan Gowi, seorang peramal yang memberitahu bahwa istrinya adalah seekor siluman ular jahat, tidak peduli segala kebaikan yang dilakukan Tinio. Sehingga muncul berbagai pertanyaan, Apakah yang dikutuk sebagai kejahatan memang benar kejahatan? Apakah hal yang diagungkan sebagai kebaikan hanya merupakan kedok suatu kebusukan? Dalam kisah ini dituturkan juga tentang pengorbanan, kebijaksanaan dan cinta.

Legenda tua Tiongkok ini tetap masih kontekstual di zaman sekarang. Pertanyaan-pertanyaan bernada protes dari rakyat kepada penguasa masih saja membentur tembok dan tak berarti apa-apa. Perilaku penguasa yang suka iseng dengan aturan-aturan yang dibuat namun kerap dilanggar sendiri, menjadi renungan yang bisa dibawa pulang oleh penonton.

Sosok Tinio yang bekas siluman (si jahat) yang berupaya menjadi manusia yang baik, tetap saja dicap sebagai si jahat yang harus dibasmi. Itulah yang kerap kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari; sulit memaafkan figur-figur bekas orang jahat yang sudah berubah menjadi baik.

Menyaksikan pergelaran kali ini, mata kita sungguh dimanja oleh sentuhan artistik yang menghiasi seluruh panggung dan penampilnya. Meski didominasi nuansa China, namun pertunjukan kali ini juga menampilkan sentuhan kreatif terutama pada kostum yang dipakai oleh para pemain. Kostum pemain yang dirancang oleh Rima Ananda Oemar yang memperlihatkan perpaduan motif batik khas Indonesia nan indah pada bentuk busana khas Tiongkok dan dimodifikasi dengan batik motif Sidomukti, Megamendung, hingga Lereng. Ditambah dengan tata rias oleh Sena Sukarya, sehingga semua unsur ini akan memperlihatkan percampuran dua budaya dan mewakili semangat akulturasi budaya.

“Untuk kostum yang dipakai oleh pemain, saya memasukkan unsur batik. Karena cerita ini
merupakan legenda yang berasal dari Tiongkok, saya ingin unsur Indonesia tetap ada dan kental di mata masyarakat. Selain itu, jika produksi ini dipentaskan di luar negeri, orang-orang akan sadar bahwa Pertunjukan Opera Ular Putih ini merupakan karya dari seniman Indonesia. Saya juga mengutamakan kenyamanan dalam pembuatan kostum sehingga para pemain bisa bergerak bebas sesuai dengan karakter perannya masing-masing,” ujar Rima Ananda Oemar, penata kostum Teater Koma.

Didukung oleh Djarum Apresiasi Budaya, kelompok teater pimpinan N Riantiarno ini mempersembahkan lakon berjudul Opera Ular Putih yang juga merupakan produksi ke-139.

“Lakon Opera Ular Putih diangkat dari kisah klasik Tiongkok yang berjudul Oh Peh Coa yang kemudian naskahnya dibuat pada tahun 1994. Secara garis besar pementasannya tidak akan jauh berbeda, namun terdapat hal kekinian yang akan dipentaskan nanti. Pertanyaan yang diajukan akan tetap relevan: Masih sanggupkah kita membedakan siapa manusia dan siapa siluman? Semoga penonton dapat mengambil makna yang kaya akan pesan moral tersirat yang berusaha kami sampaikan dalam lakon ini,” tutur Nano Riantiarno, sang penyadur naskah dan sutradara pementasan ini.

Pementasan Opera Ular Putih ini dibintangi oleh Tuti Hartati, dimana dalam pementasan Teater
Koma sebelumnya yaitu Republik Cangik, ia harus berperan jenaka sebagai Limbuk dan kini ia harus berubah 180 derajat menjadi Tinio yang lemah lembut. Tak ketinggalan, pementasan kali ini didukung oleh seniman kawakan Teater Koma seperti Budi Ros, Andhini Putri Lestari, Adri Prasetyo, Ade Firman Hakim, Dodi Gustaman, Daisy Lantang, Ratna Ully, Dorias Pribadi, Sir Ilham Jambak, Aris Abdullah, Dana Hassan, Julung Ramadan dan Rangga Riantiarno.

Musik yang menghiasi pergelaran ini dikomposisi oleh Idrus Madani dan diaransemen oleh Fero Aldiansya Stefanus, dan menghadirkan permainan alat musik Tiongkok seperti guhzen dan ehru, yang menunjukkan indahnya perpaduan kedua kebudayaan Tiongkok dan Indonesia.

Sementara gerak tari ditata oleh Elly Luthan, diperindah oleh tata artistik dan cahaya garapan Taufan S. Chn. Produksi yang dipimpin oleh Ratna Riantiarno ini dibantu juga oleh pengarah teknik Tinton Prianggoro dan pimpinan panggung Sari Madjid Prianggoro.

“Teater Koma adalah salah satu teater yang hingga saat ini masih aktif memproduksi karya seni pertunjukan. Selama 38 tahun berkiprah, Teater Koma telah banyak melahirkan para seniman berbakat dan produktif mengembangkan seni pertunjukan Indonesia. Konsistensi yang dihadirkan oleh Teater Koma telah terbukti menginspirasi para seniman muda Indonesia untuk senantiasa berkarya dan berkreasi, menghasilkan ide-ide berkualitas yang membanggakan. Dedikasi para seniman berbakat ini patut kita terus dukung dan apresiasi sebagai bentuk upaya melestarikan seni pertunjukan Indonesia,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Info tiket:

Pembelian tiket secara online dapat dilakukan di www.tamanismailmarzuki.co.id dan

Harga Tiket:

Weekend (Jumat-Minggu):
Kategori 1: Rp. 350.000 (VVIP)
Kategori 2: Rp. 275.000 (VIP)
Kategori 3: Rp. 175.000 (wing)
Kategori 4: Rp. 125.000 (balkon)

Weekday (Selasa-Kamis):

Kategori 1: Rp. 250.000 (VVIP)
Kategori 2: Rp. 200.000 (VIP)
Kategori 3: Rp. 100.000 (wing)
Kategori 4: Rp. 75.000 (balkon)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kejamnya Nico Bunuh Teman Kencan di Indekos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kejamnya Nico Bunuh Teman Kencan di Indekos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Resmi Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi pada Pilkada 2024

Mochtar Mohamad Resmi Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi pada Pilkada 2024

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com