Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Kasus Nenek Fatimah Kembali Menggantung

Kompas.com - 21/04/2015, 13:03 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


TANGERANG, KOMPAS.com — Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Ratna Mintarsih menyatakan, gugatan terhadap Fatimah (90) adalah niet ontvankelijke verklaard (NO) atau tidak bisa diterima. Sang penggugat yang adalah menantu Fatimah, Nurhakim (72), disebut mengajukan bukti yang prematur alias tidak jelas kebenarannya.

Bukti yang digunakan adalah tanda tangan di atas surat pernyataan yang menurut pihak Fatimah dibuat pada 22 November 2005 lalu. Isi surat itu ada tanda tangan Nurhakim dan pernyataan bahwa Fatimah sudah membayar harga tanah yang kini ditempati oleh Fatimah dan keluarga, serta kesediaan Nurhakim untuk balik nama surat sertifikat tanah menjadi atas nama Fatimah.

Oleh kubu Nurhakim, tanda tangan miliknya tersebut dinilai sebagai tanda tangan palsu. Namun, menurut majelis hakim, pihak Nurhakim tidak bisa membuktikan bahwa tanda tangan itu palsu sehingga Nurhakim dianggap menggugat hal yang tidak bisa dia buktikan sendiri.

Oleh karena itu, hasil gugatan Nurhakim terhadap Fatimah untuk kedua kalinya ini belum bisa ditentukan dengan kemungkinan masih bisa dilanjutkan.

"Kita dikasih waktu 14 hari buat memperbaiki. Akan kita cari lapkrim (laporan kriminal) ke polisi. Kan tanda tangan itu palsu, jadi kita harus sertakan laporannya baru bisa dibuktikan kalau tanda tangan klien kami memang palsu," kata kuasa hukum Nurhakim, M Singarimbun, Selasa (21/4/2015).

Singarimbun menambahkan, terhadap hasil putusan NO, penggugat diberi kesempatan untuk memperbaiki materi gugatan atau mengajukan gugatan baru. Terhadap hal itu, Singarimbun masih belum memutuskan pilihan mana yang akan diambil nanti. "Akan kita bicarakan dengan klien kami dulu," kata dia.

Kuasa hukum Fatimah, Aris Purnomo Hadi, menyayangkan putusan majelis hakim. Menurut dia, ketika persidangan sudah memasuki pokok perkara, seharusnya bukti yang prematur itu tidak lagi digunakan dan gugatan itu seharusnya ditolak seluruhnya.

"Kalau NO lagi mau enggak mau kita masih lanjut kan, tergantung penggugat mau menempuh langkah apa," ujar Aris.

Nurhakim menggugat tanah yang ditempati Fatimah dan keluarga seluas 397 meter persegi sebagai miliknya. Hal itu didasarkan atas sertifikat kepemilikan tanah yang masih atas nama Nurhakim. Sebelumnya, Nurhakim juga telah menggugat Fatimah dengan gugatan yang sama dan ditambah dengan biaya ganti rugi sebesar Rp 1 miliar. Namun, pada sidang putusan yang digelar pada 30 Oktober 2014 lalu, majelis hakim memutuskan Fatimah bebas dari gugatan tersebut, termasuk gugatan membayar ganti rugi Rp 1 miliar.

Dalam gugatan Nurhakim yang kedua ini, Nurhakim tidak lagi menggugat biaya ganti rugi. Hal yang diinginkan olehnya hanya meminta kembali tanah yang ditempati oleh Fatimah. Namun, Fatimah berulang kali menegaskan bahwa tanah atas nama Nurhakim itu telah dibayar lunas oleh almarhum suaminya. Hanya saja, Nurhakim tidak berkenan diminta melakukan balik nama kepemilikan surat sertifikat tanah tersebut atas alasan masih satu keluarga sehingga hanya perlu pakai asas kepercayaan saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Megapolitan
Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin 'Nganggur'

Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin "Nganggur"

Megapolitan
Bayang-bayang Kriminalitas di Balik Upaya Pemprov DKI atasi Jukir Minimarket

Bayang-bayang Kriminalitas di Balik Upaya Pemprov DKI atasi Jukir Minimarket

Megapolitan
Kala Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan Eks Jukir Minimarket Terbentur Anggaran yang Tak Dimiliki DPRD...

Kala Wacana Heru Budi Beri Pekerjaan Eks Jukir Minimarket Terbentur Anggaran yang Tak Dimiliki DPRD...

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 10 Mei 2024 dan Besok: Siang Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 10 Mei 2024 dan Besok: Siang Cerah Berawan

Megapolitan
Sudah Ada 4 Tersangka, Proses Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Sudah Ada 4 Tersangka, Proses Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com