Sebanyak 16 penyidik tiba di Gedung DPRD DKI Jakarta sekitar pukul 15.30. Selain menyasar lantai 1 Sekretariat Komisi E di gedung lama, penyidik juga ke ruang kerja Fahmi Zulfikar Hasibuan, anggota Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat di lantai 5, serta ruang kerja Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Abraham "Lulung" Lunggana di lantai 9 gedung baru.
Sejumlah petugas keluar masuk di Ruang File serta ruangan lain di Sekretariat Komisi E. Mereka membawa beberapa koper dan map dari ruang kerja Lulung dan Fahmi. Penggeledahan berlangsung hingga sekitar pukul 21.00.
Seorang penyidik mengatakan, penggeledahan terkait kasus pengadaan UPS di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat tahun 2014. Lulung dan Fahmi diperiksa sebagai saksi.
Pada akhir Maret 2015, penyidik Bareskrim Polri menetapkan dua tersangka dalam kasus UPS, yakni mantan Kepala Seksi Sarana Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan mantan Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat Zaenal Sulaiman. Keduanya bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek itu.
Kepala Subdirektorat V Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Muhammad Ikram menyatakan, sejumlah barang yang disita berasal dari tiga ruangan, yaitu ruangan Komisi E, ruangan Lulung, dan ruangan Fahmi.
"(Penggeledahan) itu telah kami rencanakan sehingga tidak ada keterkaitan dengan ketidakhadiran keduanya di pemeriksaan hari ini," ujarnya kemarin.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Ahmad Wiyagus menyatakan, sejumlah barang yang disita terkait proyek UPS.
Terkait ketidakhadiran dua anggota DPRD DKI, Lulung dan Fahmi, yang dijadwalkan diperiksa penyidik pada Senin, Ahmad menjelaskan, Lulung dan Fahmi tidak hadir karena memiliki agenda yang tidak dapat ditinggalkan. "Kami akan menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap mereka," katanya.
Sebelumnya, polisi menggeledah PT Offistarindo Adhiprima sebagai vendor, rumah milik HL (Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima), kantor Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, rumah Alex Usman, dan kantor Istana Multimedia. Penyidik juga menggeledah PT Duta Cipta Artha di Surabaya, Jawa Timur.
Kasus besar
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri menyebutkan, selain pengadaan UPS, timnya juga menemukan indikasi korupsi pada pengadaan mesin pemindai, pencetak, dan pengadaan enam judul buku sejumlah sekolah. Semuanya dibiayai APBD DKI 2014.
Kerugian negara pada pengadaan UPS ditaksir mencapai Rp 186,4 miliar. Pengadaan pemindai dan pencetak mencapai Rp 89,4 miliar dan pengadaan enam judul buku Rp 2,1 miliar. Korupsi dilakukan lewat persekongkolan PPK, distributor, peserta, dan pemenang lelang.
Menurut Febri, kasus korupsi pendidikan di Jakarta 2014 dapat disebut sebagai megakorupsi pendidikan karena inilah kasus korupsi pendidikan dengan kerugian negara terbesar yang pernah disidik aparat penegak hukum. Pada 2003-2013, aparat penegak hukum berhasil menyidik dan menetapkan tersangka dalam 295 kasus korupsi di sektor pendidikan dengan total kerugian negara Rp 619,0 miliar. (MKN/SAN)
---------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Selasa, 28 April 2015 dengan judul "Penyidik Sita Berkas UPS"