Korban yang dipanggil masuk ke ruangan kepala sekolah adalah murid laki-laki. Di dalam, murid laki-laki dipaksa untuk mengaku bahwa mereka pernah melakukan hubungan seks. Jika tidak mengaku, T mengancam para murid mereka tidak bisa mendapatkan nilai bagus dan tidak bisa naik kelas.
"Ada pengakuan korban yang merasa ketakutan sehingga korban mengaku, 'Iya saya pernah begitu.' Karena mengaku, (korban) disuruh membuka celananya sampai kemaluannya terbuka, kemudian disuruh memaksimalkan, menegangkan alat vitalnya," kata Sutarmo.
Polisi mengatakan, pelaku juga menyentuh alat kelamin mereka.
Sementara itu, terhadap murid perempuan, T hanya menginterogasi dengan pertanyaan yang sama, yaitu apakah mereka pernah berhubungan badan. T tidak sampai menyentuh alat kelamin murid perempuannya.
Semua korban termasuk di bawah umur sehingga polisi menjerat T dengan Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.