JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Saint Monica, Theodora Marpaung, mengaku masih memikirkan apakah akan mengajukan banding (kasasi) ke pengadilan Tinggi terkait putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta.
Jaksa memiliki waktu tujuh hari untuk mengajukan kasasi setelah vonis bebas terhadap vonis bebas kepada terdakwa, Miss H, dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (8/7/2015) sore.
"Saya pikir-pikir dulu dalam tujuh hari. Nanti akan putuskan akan kasasi atau tidak," kata Theodora saat dihubungi, Kamis (9/7/2015).
Theodora mengaku menyesalkan putusan majelis hakim yang mementahkan sebagian besar barang bukti dan saksi yang dihadirkannya selama persidangan. Bahkan, majelis hakim tidak mempertimbangkan petunjuk dari korban L karena dianggap menyampaikan keterangan dengan kalimat yang belum lancar.
"Hakim tidak mempertimbangkan petunjuk terkait keterlambatan anak dalam bicara. Memang dia (L) tidak bisa bicara verbal lancar. Tapi bisa menunjukkan dengan gerakan terhadap boneka, terkait apa yang dialaminya," ujarnya.
Begitu juga dengan tiga saksi ahli yang dihadirkan, dari psikolog, forensik kedokteran, hingga ahli poligraf dari mabes polri yang menggunakan lie detector.
Terkait pemeriksaan menggungkan lie detector, L disebutkan tidak mengalami false memori atau ingatan yang diatur oleh pihak tertentu. Mengingat saat diperiksa, keterangan yang disampaikan selalu sama dan tidak berubah.
"Keterangannya konsisten, tidak berkhayal. Kalau diajarin suruh bilang ini itu, pasti akan berubah-ubah jawaban setiap minggunya. Tapi, jawabannya dari setiap pertanyaan yang diajukan selalu sama," ucapnya.
Begitu juga dengan pemeriksaan forensik, terkait bekas luka di bagian anus korban. Menurut Theodora, tidak mungkin luka di dalam anusnya disebabkan penggunaan Pampers.
"Kalau luka di luar mungkin bekas pemakaian Pampers. tapi kalau (luka) di dalam, itu bekas kekerasan benda tumpul," ujarnya.
Terkait pemeriksaan terhadap psikologi korban, Theodora mengatakan, tidak ada hipnosis terhadap korban. Artinya, saat korban dipertemukan dengan Miss H, memang ada ada rasa trauma dampak dari psikologi korban yang terganggu.
"Jadi itu bukan hipnosis. Tidak ada klu yang diberikan ibu atau keluarga korban. Korban memang trauma setiap dihadapkan kepada Miss H, pasti selalu ketakutan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.