Acara baru dimulai sekitar pukul 15.00 WIB. Beberapa perwakilan dari tim pembebasan lahan, baik dari Badan Pertanahan Nasional dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero memberikan penjelasan terkait poin-poin apa saja yang dikategorikan sebagai kerugian warga.
Kerugian yang dialami warga dibagi menjadi dua macam, yakni kerugian fisik dan non fisik. Kerugian fisik mencakup semua bagian dari lahan maupun bangunan yang dimiliki warga. Sedangkan kerugian non fisik lebih kepada dampak dari pembebasan lahan tersebut, seperti ikut hilangnya lapangan pekerjaan warga atau harus sampai menutup usahanya sendiri bagi yang mempunyai warung kelontong, dan sebagainya.
Setelah dijelaskan panjang lebar, warga diberi sesi tanya-jawab. Pada momen tersebut, sejumlah warga meminta agar tim pembebasan lahan tidak pilih kasih dalam menetapkan nilai lahan yang dibebaskan. Bahkan, ada yang sampai emosi karena mengaku kehilangan sekolah miliknya.
"Saya ini kepala yayasan di Poris Plawad. Saya sarjana pendidikan, S.Pd. Kalau memang ini lahan buat masyarakat, pendidikan kan buat masyarakat juga. Mau ke mana nanti anak-anak? Kasihan mereka bisa putus sekolah," kata seorang bapak dengan nada meninggi di depan tim pembebasan lahan.
Suara bapak tersebut memancing emosi dari warga lainnya yang berada di barisan paling belakang. Sejumlah warga pun ikut berteriak dan bapak yang berbicara itu semakin meninggikan nada bicaranya.
"Jangan main-main loh, Pak. Saya bukan atas nama pribadi, tapi atas nama masyarakat, betul?" tanya bapak itu yang diikuti oleh sorakan warga lainnya.
Menanggapi reaksi seperti itu, perwakilan tim pembebasan lahan berusaha menjelaskan aturan yang berlaku. Harga lahan warga yang ditetapkan nantinya berbeda-beda. Ada tim penilai untuk menentukan appraisal atau hasil penilai dari kantor jasa penilai publik (KJPP) yang bekerja sama dengan tim pembebasan lahan untuk menilai berapa harga yang pantas untuk setiap bidang lahan warga yang dibebaskan.
"Kita berpatokan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2012 di mana harga ditentukan oleh tim penilai. Jika masyarakat keberatan, bisa mengajukan keberatannya ke kami," kata Tim Pendamping Pembebasan Lahan PT KAI Lubis di lokasi.
Setelah memberikan pemaparan dari pertemuan tersebut, para pemilik lahan di Kelurahan Tanah Tinggi diberi amplop yang berisi appraisal dari tim penilai. Masyarakat diberi waktu selama 14 hari kerja untuk mempelajari dokumen tersebut. Jika harga yang ditentukan sudah sesuai, mereka diminta melapor ke tim pembebasan lahan melalui pihak Kelurahan Tanah Tinggi dan lahannya akan langsung dibayar. Namun jika masih ada keberatan, mereka hanya diberi waktu 14 hari untuk melapor.
Sejumlah warga mengaku belum berani membuka amplop tersebut. Mereka mau membuka ketika sudah ada di rumah. "Lihatnya nanti saja deh, takut kecewa saya," ujar Rima (46), warga RT 01 RW 02 Tanah Tinggi.
Rencana pembebasan lahan untuk membangun jalur kereta api ke Bandara Soekarno-Hatta ini sudah berlangsung sejak tahun 2014. Ada total 815 bidang yang dibebaskan, mencakup delapan kelurahan dari lima kecamatan. Bidang lahan terbanyak yang dibebaskan sendiri berada di Kelurahan Tanah Tinggi.
Untuk proses pembayaran ganti rugi, tim pembebasan lahan telah bekerja sama dengan sejumlah bank, seperti BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri. Warga akan dimudahkan untuk membuka rekening, bagi yang belum punya rekening keempat bank tersebut, dan uang ganti rugi akan langsung ditransfer usai ada kesepakatan.