Akan tetapi, perlindungan bisnis yang adil diharapkan terwujud agar tak mematikan pekerjaan mereka. Apalagi, meski bukan termasuk moda transportasi publik, ojek telah menjadi moda pilihan sebagian warga Jakarta karena terbatasnya pelayanan angkutan umum.
"Kami ingin memperbaiki diri dan melayani pelanggan lebih baik. Beberapa waktu terakhir ini kami bersaing secara tidak adil. Sayangnya, tidak ada yang mau memfasilitasi kami," ujar Jamil, Ketua Persatuan Ojek Kalibata City, di Balairung Jaya Suprana Institute, Jakarta, kemarin.
Dalam pertemuan yang diinisiasi Jaya Suprana serta menghadirkan Prof Sri Edi Swasono dari Universitas Indonesia dan founder Markplus Inc Hermawan Kartajaya hadir sekitar 20 perwakilan ojek pangkalan dari sejumlah tempat.
Menurut Jamil, tukang ojek konvensional memiliki kultur dan etika. Mereka tidak akan mengambil penumpang dari pangkalan ojek lain. Akan tetapi, hal itu tidak dipikirkan oleh ojek berbasis aplikasi sehingga rawan menciptakan konflik di lapangan. Akan tetapi, tukang ojek pangkalan tidak pernah ingin terjadi tindak kekerasan terhadap tukang ojek lainnya. (JAL/ART/ILO)
---------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Rabu, 27 Agustus 2015, dengan judul "Beroperasi, Petugas dan Penumpang Masih Bingung".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.