Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengemudi Kecelakaan Maut Pondok Indah Lolos dari Penjara, Ini Tanggapan Korban

Kompas.com - 27/08/2015, 20:27 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kecelakaan maut di Pondok Indah, Christopher Daniel Sjarief, divonis bebas bersyarat oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (27/8/2015). Vonis tersebut pun menutup proses hukum Christopher di PN Jakarta Selatan.

Selama proses persidangan bergulir, keluarga korban tidak pernah datang, selain ketika diminta menjadi saksi dalam persidangan.

Lantas, bagaimana tanggapan korban atas putusan tersebut?

Fitriana Megawati (38), istri dari Mahyudi Herman, salah satu korban tewas, mengaku baru mengetahui putusan tersebut.

Ia mengaku kecewa dengan hasil putusan yang ia nilai terlalu ringan itu. Namun, ia berusaha ikhlas untuk menerima keputusan tersebut.

"Ya kecewa, tetapi mau kecewa mau tidak, keputusannya memang sudah begitu, mau bagaimana lagi? Saya hanya berusaha ikhlas," kata Mega saat ditemui di kediamannya di Perumahan Pamulang Elok, Kamis malam. (Baca: Ditanya Banding, Jaksa Kasus Kecelakaan Maut Pondok Indah Masih Pikir-pikir)

Ia pun tidak ingin mempermasalahkan lagi kasus tersebut. Menurut dia, memikirkan kasus ini berlarut-larut hanya akan menguras energinya.

Akhirnya, ia hanya menganggap kasus itu adalah musibah. "Saya enggak mau terus-terusan sedih mikirin itu. Saya masih punya dua anak yang harus mendapat perhatian saya. Kasihan mereka kalau saya sedih terus," katanya.

Dia juga sudah cukup puas dengan iktikad baik keluarga Christopher yang memberikan santunan kepadanya. Ia menjelaskan, santunan yang diberikan berupa asuransi pendidikan bagi kedua anaknya, Biu (12) dan Alvian (2), serta sejumlah uang.

Untuk diketahui, Christopher pada 20 Januari 2015 lalu mengendarai mobil Mitsubishi Outlander Sport milik temannya, Muhammad Ali.

Namun, ketika pria itu mengemudi dengan kecepatan tinggi, mobil lepas kendali dan menabrak sejumlah kendaraan di Jalan Iskandar Muda. Empat orang tewas dalam peristiwa itu.

Pada 5 Mei 2015, status Christopher diubah dari tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menjadi tahanan kota.

Artinya, Christopher bebas melakukan kegiatan selama ia masih berada di dalam kota. Ia pun tidak perlu ditahan selama proses persidangan berjalan.

Pada 5 Agustus 2015, jaksa menuntut mahasiswa di salah satu universitas di San Francisco itu dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan.

Christopher dijerat Pasal 310 ayat 4 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Megapolitan
Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke 'Call Center' dan Medsos

Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke "Call Center" dan Medsos

Megapolitan
Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Megapolitan
Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Megapolitan
Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com