Dibandingkan dengan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, ritme kerja Jokowi-Basuki terbilang berbeda. Mereka menuntut adanya kerja cepat di Pemprov DKI demi mewujudkan Jakarta Baru. Ritme kerja cepat itu pun dilanjutkan Basuki setelah menggantikan posisi Jokowi yang menjadi Presiden RI.
Berbeda dengan Jokowi yang meminta pejabat DKI turut blusukan, Basuki justru lebih menekankan pada kinerja pegawai negeri sipil (PNS) DKI. Tak jarang, ia mengancam bakal memecat PNS DKI yang tidak berkinerja baik.
Sudah tidak terhitung lagi jumlah pejabat yang telah didemosi (turun pangkat) hingga dijadikan bagian staf. Pegawai yang dipromosikan menjadi pejabat pun dievaluasi dalam waktu singkat, yakni selama tiga bulan. Selain itu, penggunaan anggaran juga diawasi oleh aparat penegak hukum.
Namun, beberapa pejabat DKI justru memilih mundur dan mengajukan pensiun dini pada masa pemerintahan Jokowi-Basuki. Sudah ada empat pejabat DKI yang mengundurkan diri. Hal ini tidak pernah terjadi pada kepemimpinan gubernur sebelumnya. Siapa saja para pejabat DKI yang mengundurkan diri itu?
Novizal
Mantan Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI, Novizal, menjadi pejabat pertama yang mengajukan pengunduran diri dari jabatannya pada kepemimpinan Jokowi-Basuki. Ritme kerja Jokowi, yang menuntut pegawainya untuk bekerja cepat, membuat Novizal memilih untuk pensiun dini.
Kemunduran Novizal dari Pemprov DKI itu memang cukup mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, ia dikenal sebagai salah seorang pejabat DKI yang berkinerja baik dan bersih.
Pada 1 Maret 2013, Novizal mengajukan pengunduran diri dengan alasan kesehatan. Penyakit liver yang dideritanya membuatnya tidak ingin mengecewakan Jokowi. Terlebih lagi, Jokowi kerap mengajaknya blusukan.
Novizal diangkat sebagai Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada 18 Januari 2012. "Saya takut kalau nantinya penyakit saya kambuh dan mengecewakan Gubernur. Artinya (pejabat DKI lain) jangan ikuti sayalah (untuk mengundurkan diri). Kondisi saya berbeda," kata Novizal saat itu.
Fadjar mengajukan surat pengunduran dirinya sebagai Sekda DKI Jakarta per 8 April 2013 langsung kepada Jokowi. Namun, alasannya bukan karena kesehatan ataupun tidak bisa mengikuti ritme kerja Jokowi-Basuki, melainkan demi mengikuti pertarungan dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2014.
Saat itu, ia menjadi calon anggota legislatif (caleg) untuk daerah pemilihan 3 Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2004, Fadjar wajib mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekda DKI dan sebagai PNS.
Setelah Fadjar mundur, Jokowi menunjuk Wiriyatmoko menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Sekda DKI, dan kini Saefullah-lah yang terpilih menjadi PNS nomor satu di Ibu Kota. Namun sayang, Fadjar gagal melenggang ke "Senayan". Ia hanya mendapatkan sekitar 35.000 suara, dari minimal perolehan 57.000 suara.
Burhanuddin
Selain Fadjar, Burhanuddin juga melepas jabatannya sebagai Wali Kota Jakarta Barat untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Burhanuddin mengajukan pensiun dini kepada Jokowi.
Berbeda dengan Fadjar yang bertarung dalam Pileg DPR, Burhanuddin bertarung sebagai caleg DPRD DKI. Ia dipinang Partai Gerindra untuk mencalonkan diri. Burhanuddin saat itu terdaftar di dapil 10 (Jakarta Barat) dengan nomor urut 9.
Tak hanya mundur dari jabatannya, Burhanuddin juga harus melepaskan embel-embelnya sebagai PNS ketika masuk ke dunia politik. Burhanuddin resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada Senin (15/4/2013) lalu.
Ia mengaku tidak mau menyia-nyiakan tawaran politik Partai Gerindra yang dianggapnya merupakan partai dengan manajemen yang baik. "Kalau saya habiskan waktu jabatan saya sampai Juni nanti, saya harus tunggu lima tahun ke depan untuk ikut pemilihan umum lagi," kata Burhanuddin saat itu.
Sama halnya dengan Fadjar, Burhanuddin harus menelan pil pahit pada Pileg 2014. Ia gagal melenggang menjadi politisi "Kebon Sirih".
Dua tahun berselang, Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Haris Pindratno menyusul pengunduran diri ketiga rekannya. Sama halnya dengan Novizal, Haris juga mengajukan pensiun dini karena alasan kesehatan.
Pengunduran diri Haris mengejutkan banyak pihak. Sebab, tiba-tiba saja, pada Rabu (26/8/2015) lalu, Haris mengirim sebuah pesan pendek kepada wartawan yang mengisyaratkan perpisahan.
"Mas/Mba aku pamit ya krn aku sakit. Tks atas bantuan dan kerjasama nya selama ini," tulis Haris dalam pesan singkatnya.
Pesan yang disampaikan Haris membuat banyak pihak bertanya-tanya. Ternyata benar, Haris mengajukan pensiun dini. Pengajuan pensiun dini Haris dilakukan satu pekan setelah ia dimarahi Basuki ketika rapat pimpinan (rapim) Gubernur pada Senin (10/8/2015) lalu.
Haris resmi mengajukan pensiun dini kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI pada 18 Agustus 2015. Banyaknya lampu penerangan jalan umum (PJU) yang mati membuat Basuki kecewa terhadap kinerja Haris. Bahkan, Basuki berniat menghilangkan Dinas Perindustrian dan Energi, lalu menggantinya dengan optimalisasi pekerja prasarana dan sarana umum (PPSU).
Haris mengungkapkan, pada usianya yang sudah tidak muda lagi, ia harus menjaga kesehatannya secara ekstra. Terlebih lagi, ia kini hanya memiliki sebuah ginjal yang berfungsi baik. Ia juga divonis menderita vertigo serta penyakit jantung. Kepadatan aktivitas menyita waktunya menjaga kesehatan.
"Setiap malam saya keliling Jakarta pakai motor sampai pukul 02.00 dini hari. Sejak kecil, saya hanya tidur 2 sampai 3 jam setiap hari, dan saya datang ke kantor setiap hari sebelum pukul 06.00 pagi. Oleh karena itu, kesehatan saya tidak memungkinkan lagi, mohon maaf," kata pria yang sudah 26 tahun menjadi PNS DKI itu.
Rencananya, Haris ingin menghabiskan waktu untuk mengembangkan pondok pesantrennya di Magelang, Jawa Tengah.
Ahok santai
Basuki mengaku santai kehilangan banyak pegawainya. Beberapa waktu lalu, Basuki menceritakan pertemuannya dengan Wali Kota Rotterrdam Ahmed Aboutaleb. Ahmed terkejut ketika Basuki mengungkapkan bahwa Pemprov DKI punya 72.000 pegawai. Sementara itu, pemerintahan Rotterdam hanya memiliki 13.000 pegawai.
"Saya bilang, enggak usah kaget. Pegawai yang benar-benar kerja juga cuma 40 persen, dan kebanyakan yang kerja itu honorer serta PPSU," kata Basuki.
Bahkan, Basuki mengatakan bakal terus merampingkan struktur birokrasi Pemprov DKI. Pegawai yang ketahuan masih "bermain" dengan uang rakyat akan diserahkan kepada aparat penegak hukum. Bahkan, Basuki menyarankan oknum pejabat yang masih belum menyesuaikan ritme kerja dengan dirinya untuk mengajukan pengunduran diri serta pensiun dini.
"Saya akan ganti dengan pegawai yang lebih muda. Ajukan saja (pensiun dini) enggak apa-apa, pasti saya lepas. Ini penawaran yang sangat terhormat," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.